Tampilkan postingan dengan label hukum perdata. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label hukum perdata. Tampilkan semua postingan

Kamis, 23 November 2017

Aturan dan Sumber hukum perusahaan

Aturan dan Sumber hukum perusahaan

Aturan dan Sumber hukum perusahaanAturan dan Sumber hukum perusahaan adalah setiap pihak yang menciptakan kaidah atau ketentuan hukum perusahaan. Pihak-pihak tersebut dapat berupa badan legislatif yang menciptakan undang-undang, pihak-pihak yang mengadakan perjanjian menciptakan kontrak, hakim yang memutuskan perkara menciptakan yudisprudensi, ataupun masyarakat pengusaha yang menciptakan kebiasaan (konvensi) dalam kegiatan usaha. Jadi, hukum perusahaan itu terdiri atas kaidah atau ketentuan yang tersebar dalam perundang-undangan, kontrak, yurisprudensi, dan kebiasaan (konvensi) yang menjadi acuan dalam kegiatan usaha (bisnis).

1.        PERUNDANG-UNDANGAN.
Berdasarkan ketentuan pasal 1319 BW menyatakan bahwa semua perjanjian, baik bernama maupun tidak bernama tunduk pada ketentuan yang termuat dalam bab ini atau bab yang yang lalu. Yang dimaksud pada bab ini adalah bab kedua perikatan yang timbul dari perjanjian, sedangkan yang dimaksud dengan bab yang lalu adalah bab kesatu tentang perikatan pada umumnya. Kedua bab tersebut terdapat dalam buku III BW yang mengatur tentang perikatan (verbintenis). Dalam hal ini, BW berkedudukan sebagai hukum umum (lex generalis).
Dalam ketentuan Pasal 1 KUHD menyatakan bahwa kitab Undang-Undang Hukum Perdata berlaku juga bagi perjanjian yang diatur di dalam kitab undang-undang ini, sekedar dalam undang-undang ini tidak diatur secara khusus menyimpang. Dalam hal ini, KUHD berkedudukan sebagai hukum yang khusus (lex spesialis).
Selain dari pada ketentuan yang masih berlaku di dalam BW dan KUHD, juga sudah diundangkan banyak sekali undang-undang yang dibuat oleh pembuat undang-undang RI yang mengatur tentang perusahaan, antara lain mengenai:
  1. Perusahaan perindustrian.
  2. Perusahaan perdagangan.
  3. Perusahaan jasa (pelayanan), dan.
  4. Perusahaan pembiayaan.
2.        KONTRAK PERUSAHAAN.
Kontrak perusahaan merupakan sumber utama dan kewajiban serta tanggung jawab pihak-pihak. jika terjadi suatu perselisihan mengenai pemenuhan hak dan kewajiban, pihak-pihak juga telah sepakat untuk menyelesaikan secara damai. Namun adabila dalam perselisihan tidak bisa diselesaikan secara damai atau tidak ditemukan kata sepakat, maka penyelesaian perselisihan tersebut selanjutnya akan diselesaikan melalui pengadilan umum atau melalui arbitrase sebagaimana secara tegas telah diatur di dalam kontrak.

3.      YURISPRUDENSI
Yurisprudensi merupakan salah satu sumber bagi hukum perusahaan yang dapat diikuti oleh pihak-pihak apabila terjadi sengketa perihal pemenuhan hak dalam suatu kewajiban tertentu. Di dalam yurisprudensi perihal hak dan kewajiban yang telah ditetapkan oleh hakim dipandang sebagai dasar yang adil dalam menyelesaikan sengketa hak dan kewajiban antar para pihak. melalui yurisprudensi, hakim dapat menentukan pendekatan terhadap sistem hukum yang berlainan, misalnya sistem hukum Anglo Saxon. Dengan demikian, kekosongan hukum dapat diatasi sehingga adanya perlindungan hukum terutama bagi kepentingan pihak yang menanamkan modal atau para pengusaha yang berada di Indonesia.

4.        KEBIASAAN.
Kebiasaan dapat menjadi salah satu sumber hukum yang dapat diikuti oleh pengusaha. Dalam perundang-undangan serta perjanjian tidak semua hal mengenai pemenuhan hak dan kewajiban itu diatur. Apabila tidak terdapat pengaturannya maka kebiasaan yang berlaku dan berkembang di dalam kalangan pengusaha dalam menjalankan perusahaan dapat diikuti agar tercapainya tujuan yang telah disepakati.
Dalam praktiknya kebiasaan yang biasanya dapat diikuti oleh perusahaan itu harus memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:
  1. Perbuatan yang bersifat keperdataan.
  2. Mengenai hak dan kewajiban yang seharusnya dipenuhi.
  3. Tidak bertentangan dengan undang-undang atau kepatutan.
  4. Diterima oleh pihak-pihak secara sukarela karena dianggap hal yang logis dan patut.
  5. Menuju akibat hukum yang dikehendaki oleh pihak-pihak.


Apabila kebiasaan itu bertaraf internasional, disetujui oleh negara-negara penanda tangan yang dituangkan dalam bentuk konvensi internasional, seperti hague rules, international commercial term 1990 di bidang angkatan laut.


Selasa, 21 November 2017

Pengertian penanaman modal asing secara langsung (foreign direct investment)

Pengertian penanaman modal asing secara langsung (foreign direct investment)

Pengertian penanaman modal asing secara langsung (foreign direct investment) -Dikalangan masyarakat, kata investasi memiliki pengertian yang lebih luas karena dapat mencakup baik investasi langsung (direct investment) maupun investasi tidak langsung (portfolio investment), sedangkan kata penanaman modal lebih mempunyai konotasi kepada investasi langsung. Penanaman modal baik langsung atau tidak langsung memiliki unsur-unsur, adanya motif untuk meningkatkan atau setidak-tidaknya mempertahankan nilai modalnya.[1]
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal sebenarnya sudah membedakan secara tegas antara investasi langsung (direct investment) dan investasi tidak langsung (portfolio investment). Hal ini dapat dilihat dalam penjelasan Pasal 2 undang-undang tersebut, dimana dikatakan: “yang dimaksud dengan penanaman modal di semua sektor di wilayah negara Republik Indonesia adalah penanaman modal langsung dan tidak termasuk penanaman modal tidak langsung atau portofolio”.
Investasi secara langsung selalu dikaitkan adanya keterlibatan secara langsung dari pemilik modal dalam kegiatan pengelolaan modal.[2] Dalam penanaman modal secara langsung, pihak investor langsung terlibat dalam kegiatan pengelolaan usaha dan bertanggung jawab secara langsung apabila terjadi suatu kerugian.[3]
Penanaman modal asing secara langsung menurut Organization For Economic Cooperation (OEEC) memberikan rumusan bahwa direct investment is meant acquisition of sufficient interest in an under taking to ensure its control by the investor (suatu bentuk penanaman modal asing dimana penanam modal diberi keleluasaan penguasaan dan penyelenggaraan pimpinan dalam perusahaan dimana modalnya ditanam, dalam arti bahwa penanam modal mempunyai penguasaan atas modalnya).[4]
Penanaman modal asing secara langsung juga memberikan pengertian bahwa bagi pemodal asing yang ingin menanamkan modalnya secara langsung, maka secara fisik pemodal asing hadir dalam menjalankan usahanya. Dengan hadirnya atau tepatnya dengan didirikannya badan usaha yang berstatus sebagai penanaman modal asing, maka badan usaha tersebut harus tunduk pada ketentuan hukum di Indonesia.
Pengertian yang agak luas dari foriegn direct investment terdapat pada Encyclopedia of Public International Law yang merumuskan foreign direct investment sebagai berikut:
“A transfer of funds or materials from one country (called capital exporting country) to another country (called host country) in return for a direct participation in the earnings of that enterprise”.[5]
Menurut Munir Fuady, penanaman modal asing secara langsung dilihat dalam arti sempit. Yang dimaksudkan adalah model penanaman asing yang dilakukan dengan mana pihak asing atau perusahaan asing membeli langsung (tanpa lewat pasar modal) saham perusahaan nasional atau mendirikan perusahaan baru, baik lewat Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) atau lewat departemen lain.[6]




                [1] Ida Bagus Rahmdi Supancana, Kerangka Hukum dan Kebijakan Investasi Langsung di Indonesia, Jakarta: PT. Ghalia Indonesia, 2006, hal 1.
                [2] Dhaniswara K. Harjono, Hukum Penanaman Modal: Tinjauan terhadap Pemberlakuan UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, Jakarta: PT. Raharja Grafindo Persada, 2007, hal 12.
                [3] N. Rosyidah Rakhmawati, Hukum Penanaman Modal di Indonesia Dalam Menghadapi Era Global, Malang: Bayumedia Publishing, 2003, hal 11.
                [4] Hulaman Panjaitan dan Anner Sianipar, Hukum Penanaman Modal Asing, Jakarta: CV. Indhill Co, 2008, hal 41.
                [5] Sentosa Sembiring, Op.Cit., hal. 3.

                [6] Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis: Menata Bisnis Modern di Era Global, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2008, hal 67.

Rabu, 15 November 2017

CONTOH SURAT KUASA BELI

CONTOH SURAT KUASA BELI

SURAT KUASA BELI

Yang bertanda tangan di bawah ini:
N a m a                 
Tempat/tanggal lahir : 
Pekerjaan               : 
A l a m a t               : 

Dengan ini memberikan kuasa kepada:

N a m a                    :  
Tempat/tanggal lahir :
Pekerjaan               : 
A l a m a t               : 

K H U S U S

Untuk dan atas nama serta sah mewakili pemberi kuasa tersebut membeli atas:
Sebidang  tanah pertanian/sawah Hak Milik No. _____ seluas + _____ m2  (_____ meter persegi) yang terletak di _____ .

Untuk keperluan yang diberi kuasa dikuasakan untuk menghadap kepada pejabat yang berwenang diantaranya PPAT dan NOTARIS, memberikan keterangan-ke-terangan, membuat, suruh membuat, menandatangani surat-surat penting/akta jual-beli, membayar atas harga tanah yang dibeli tersebut di atas, meminta kuitansi/tanda terima lainnya, menerima segala sesuatu yang dibeli dari penjual, se-lanjutnya menjalankan apa yang dianggap baik oleh yang diberi kuasa untuk men-cukupi maksud tersebut di atas.
                                            Banda Aceh, 15 November 2015

Penerima Kuasa                                 Pemberi Kuasa



(_____________)                             (________________)
          

Selasa, 14 November 2017

PENGERTIAN PENGANGKUTAN DAN ASAS HUKUM PENGANGKUTAN

PENGERTIAN DAN ASAS HUKUM PENGANGKUTAN

PENGERTIAN DAN ASAS HUKUM PENGANGKUTAN - Pengangkutan adalah kegiatan pemuatan ke dalam alat pengangkut, memindahan ketempat tujuan dengan alat pengangkut dan penurunan dari alat pengangkut baik mengenai penumpang ataupun barang. Jadi dengan kata lain pengangkutan adalah suatu alat untuk memindahkan orang dan barang atau benda ketempat yang lain.[1]
Pengangkutan udara diatur terdapat dalam beberapa ketentuan sebagai berikut:
a.       Perjanjian - perjanjian internasional tentang penerbangan
1.      Perjanjian Warsawa, 12 Oktober 1992.
2.      Perjanjian Penerbangan Internasional Paris, 13 Oktober 1919
3.      Perjanjian Roma (Tahun 1933 dan 1952).
4.      Perjanjian Chicago (Tahun 1944).
b.      Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan.
c.       Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab pengangkut Angkutan udara.
Arti hukum pengangkutan bila ditinjau dari segi keperdataan, dapat ditunjuk sebagai keseluruhan peraturan-peraturan, didalam kodifikasi (KUHPerdata, KUHD) serta diluar kodifikasi yang didasarkan atas dan bertujuan untuk mengatur hubungan-hubungan hukum yang terjadi akibat pemindahan orang atau barang-barang dari suatu tempat ke tempat yang lain untuk memenuhi perikatan-perikatan yang lahir dari perjanjian tertentu serta termasuk perjanjian yang memberikan perantara dalam mendapatkan suatu pengangkutan.[2]
Tujuan pengangkutan sendiri mempunyai arti memindahkan orang, dan benda atau barang serta mengantarkan orang atau suatu barang ke tempat tujuan dengan mengutamakan keselamatan dan tiba tepat pada waktunya.[3]
Asas-asas hukum pengangkutan merupakan landasan filosofi yang diklasifikasi menjadi dua, yaitu asas hukum publik dan asas hukum perdata.[4]
PENGERTIAN DAN ASAS HUKUM PENGANGKUTAN

1.        Asas hukum publik.
Landasan Undang-Undang yang lebih mengutamakan kepentingan umum dan kepentingan orang banyak.
2.        Asas hukum perdata.
Asas hukum perdata merupakan landasan hukum yang hanya berlaku serta berguna bagi kedua belah pihak dalam suatu pengangkutan niaga, yaitu antara pihak pengangkut dan pihak pengguna jasa. Asas-asas hukum yang bersifat perdata yaitu sebagai berikut:
1)      Asas perjanjian.
 Perjanjian pengangkutan tidak diharuskan dalam bentuk tertulis, dan cukup dengan kesepakatan para pihak. Akan tetapi untuk menyatakan bahwa perjanjian itu sudah terjadi atau sudah ada harus dibuktikan dan didukung oleh dokumen pengangkutan.
2)      Asas koordinatif.
Para pihak dalam pengngkutan mempunyai suatu kedudukan setara, dan tidak ada pihak yang mengatasu atau membawahi yang lain. Walaupun pengangkut menyediakan jasa dan melaksanakan perintah penumpang, namun pengangkut bukanlan bawahan dari penumpang.
3)      Asas campuran.
Bahwa makna dari pengangkutan merupakan campuran dari tiga jenis pernjajian yaitu pemberi kuasa, penyimpanan barang, dan melakukan pekerjaan dari penumpang atau pemilik barang kepada pengangkut. Adapun ketiga jenis perjanjian ini berlaku pada pengangkutan, kecuali jika ditentukan lain dalam perjanjian pengangkutan.
4)      Asas retensi
Retensi mengandung arti bahwa pengangkutan tidak menggunakan hak retensi atau suatu hak yang bertentangan dengan tujuan dan fungsi pengangkutan. Pengangkutan mempunyai kewajiban untuk menyimpan barang atas biaya dari pemiliknya.
5)      Asas pembuktian dan dokumen.
Setiap terjadinya suatu perjanjian pengangkutan harus selalu dibuktikan dengan suatu dokumen pengangkutan, namun apabila tidak ada dokumen pengangkutan berarti perjanjian itu dianggap tidak pernah ada.




[1] Abdulkadir Muhammad, Hukum pengangkutan niaga, Bandung, Citra Aditya, 2008, Hal 5.
[2] Sutino Usman Adji, dkk. Hukum Pengangkutan Di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 1990, hal. 2.
[3] Abdulkadir Muhammad, Op Cit hal. 16.
[4] Ibid, Hal.13.

Senin, 13 November 2017

CONTOH SURAT KUASA AMBIL

CONTOH SURAT KUASA AMBIL
SURAT KUASA

Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama                 :
Tempat/tgl lahir    :
Pekerjaan           :
Alamat               :

Dengan ini menunjuk Domisili Hukum dan memberikan Kuasa kepada:            
Nama                 : 
Tempat/tgl lahir    : 
Pekerjaan           :          
Alamat               : 

Untuk mengurus Proses Peralian Hak pada Kantor Pertanahan  _____ , atas: Sertifikat Hak Milik Nomor:_____ ,  seluas  + _____ m2  ( _____meter persegi), terletak di Desa _____  Tercatat atas nama  _____ . Dan, apabila sertifikat tersebut telah selesai prosesnya berhak untuk mengambilnya.

Guna keperluan tersebut di atas Pemegang Kuasa diberi kewenangan untuk menghadap Pejabat di mana saja diperlukan, serta menandatangani Surat-surat, Akta-akta, dan selanjutnya melakukan apa pun juga untuk keperluan Pemberi Kuasa.

Demikian Kuasa ini diberikan untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
                                                                            
                                                                                           (Kota, tanggal)

Penerima Kuasa                                                                     Pemberi Kuasa


_____________                                                                      ____________



Minggu, 12 November 2017

CONTOH SURAT KONTRA GARANSI

CONTOH SURAT KONTRA GARANSI

KONTRA GARANSI

Kepada Yth,
BANK _____
Jln. _____

Dengan hormat,
Perihal: Kontra Garansi

Berkenaan dengan Garansi Bank yang dikeluarkan oleh BANK _____Nomor: _____ Tanggal: _____ Sebesar Rp _____ (_____ Rupiah) atas nama _____ yang ditujukan kepada  _____ di _____ untuk keperluan _____ , maka kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bersedia dan setuju untuk menyanggupi sebagai penjamin (borg/Surety) dan sebagai debitur utama:
1. Untuk membayar kepada BANK _____ . pada tagihan/tuntutannya yang pertama suatu jumlah uang yang sama besarnya dengan jumlah yang telah dibayarkan oleh BANK _____ berdasarkan surat Garansi Bank termaksud kepada badan, perusahaan, dan/atau orang yang tersebut di atas; serta setiap pengeluaran atau biaya yang telah terutang sehubungan dengan pemberian Garansi Bank tersebut.
2. Untuk bersama  ini memberi  kuasa yang tidak dapat ditarik kembali kepada BANK _____ untuk setiap saat membebani (mendebet)  rekening  milik  yang  bertanda  tangan  di bawah ini pada kantor BANK _____ atau pada setiap Cabang Kantor BANK _____ di mana pun juga untuk memenuhi jaminan yang diberikannya berdasarkan surat ini, tanpa mengurangi setiap hak yang mungkin akan diperoleh oleh BANK _____ berdasarkan jaminan ini serta berdasarkan Undang-Undang, dan berdasarkan setiap upaya hukum lain untuk mendapat-kan kembali jumlah yang mungkin masih tersedia.
3. Untuk melepaskan keuntungan atas pengecualian, pembagian, serta lain-lain hak, hak istimewa, dan hak pengecualian yang dianugerahkan oleh Undang-Undang kepada seseorang penjamin termasuk seperti yang tercantum di dalam Pasal-pasal 1834, 1847, 1848, dan 1849 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia.

Pemberian jaminan ini tunduk kepada Undang-Undang Negara Republik Indonesia dan yang bertanda tangan di bawah ini menyetujui tunduk kepada Keputusan-keputusan Pengadilan Negeri _____ .

Hormat kami,
- Meterai -

PEMOHON

Sabtu, 04 November 2017

CONTOH SURAT GUGATAN PERCERAIAN

CONTOH SURAT GUGATAN PERCERAIAN

SURAT GUGATAN PERCERAIAN

Kepada Yth:
Bapak/Ibu Ketua Pengadilan Negeri/Agama
[...................]
Di
Tempat


Dengan hormat

Bersama ini, saya [.................................................], agama [.......................], umur [..............] tahun, pekerjaan [......................................], beralamat di Jl. [........................................................................], selanjutnya akan disebut sebagai PENGGUGAT
Dengan ini penggugat hendak mengajukan gugatan perceraian terhadap
Nama [.............................], agama [...............................], umur [..........] tahun, pekerjaan [...............................], berlamat di Jl.[.....................................................................], yang untuk selanjutnya akan disebut sebagai TERGUGAT
Adapun yang menjadi dasar-dasar dan alas an diajukannya gugatan perceraian adalah sebagai berikut:
1.    Pada tanggal [.........] bulan [.............] tahun [..................], Penggugat dan Tergugat telah melangsungkan perkawinan dan tercatat di Kantor Urusan Agama [................................................................], dengan Akta Perkawinan dengan nomor ______tertanggal_________
2.    Selama melangsungkan perkawinan Penggugat dan Tergugat telah dikaruniai [.........] orang anak yaitu: [...............................] jenis kelamin [............................], lahir di [........................], tanggal_______dengan Akta Kelahiran No_____tertanggal_____ dan [.............................], Jenis kelamin [.............................], lahir di [................................], tanggal_____dengan Akta Kelahiran No_______tertanggal_____
3.    Sejak awal perkawinan berlangsung, Tergugat telah memiliki kebiasaan dan sifat yang baru diketahui oleh Penggugat saat perkawinan berlangsung yaitu mabuk, kasar, sering memukul serta selalu pulang larut tanpa alasan yang jelas
4.    Meski Tergugat bekerja, namun sebagian besar penghasilannya dipergunakan tidak untuk kepentingan dan nafkah anak dan istrinya
5.    Apabila Penggugat memberikan nasehat, Tergugat bukannya tersadar serta mengubah kebiasaan buruknya namun melakukan pemukulan terhadap Penggugat di depan anak-anak Penggugat/Tergugat yang masih kecil-kecil
6.    Kebiasaan kasar Tergugat makin menjadi setelah kelahiran anak kedua dari Penggugat/Tergugat
7.    Tergugat juga tidak pernah mendengarkan dan membicarakan masalah ini secara baik dengan Penggugat yang akhirnya mendorong Penggugat untuk membicarakan masalah ini dengan keluarga Tergugat untuk penyelesaian terbaik dan pihak keluarga Tergugat selalu menasehati yang nampaknya tidak pernah berhasil dan Tergugat tetap tidak mau berubah
8.    Sikap dari Tergugat tersebut yang menjadikan Penggugat tidak ingin lagi untuk melanjutkan perkawinan dengan Tergugat
9.    Lembaga perkawinan yang sebenarnya adalah tempat bagi Penggugat dan Tergugat saling menghargai, menyayangi, dan saling membantu serta mendidik satu sama lain tidak lagi didapatkan oleh Penggugat. Rumah tangga yang dibina selama ini juga tidak akan menanamkan budi pekerti yang baik bagi anak-anak Penggugat/Tergugat.
Berdasarkan uraian diatas, Penggugat memohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini untuk memutuskan
1.    Menerima gugatan penggugat
2.    Mengabulkan gugatan penggugat untuk keseluruhan
3.    Menyatakan putusnya ikatan perkawinan antara Penggugat dan Tergugat sebagaimana dalam Akta Perkawinan No____yang tercatat di Kantor Urusan Agama [.........................].
4.    Menyatakan hak asuh dan pemeliharaan anak berada dalam kekuasaan penggugat
5.    Menghukum Tergugat untuk memberikan uang iddah, nafkah anak sebesar Rp. [.......................] / bulan
6.    Membebankan seluruh biaya perkara kepada Tergugat.
7.    Apabila Majelis Hakim berkehendak lain, Penggugat mohon putusan yang seadil-adilnya
Atas perhatiannya, kami ucapkan terima kasih
[nama kota], [tanggal, bulan, tahun]
Hormat Penggugat
 


(............................)