Selasa, 14 November 2017

PENGERTIAN PENGANGKUTAN DAN ASAS HUKUM PENGANGKUTAN

PENGERTIAN DAN ASAS HUKUM PENGANGKUTAN

PENGERTIAN DAN ASAS HUKUM PENGANGKUTAN - Pengangkutan adalah kegiatan pemuatan ke dalam alat pengangkut, memindahan ketempat tujuan dengan alat pengangkut dan penurunan dari alat pengangkut baik mengenai penumpang ataupun barang. Jadi dengan kata lain pengangkutan adalah suatu alat untuk memindahkan orang dan barang atau benda ketempat yang lain.[1]
Pengangkutan udara diatur terdapat dalam beberapa ketentuan sebagai berikut:
a.       Perjanjian - perjanjian internasional tentang penerbangan
1.      Perjanjian Warsawa, 12 Oktober 1992.
2.      Perjanjian Penerbangan Internasional Paris, 13 Oktober 1919
3.      Perjanjian Roma (Tahun 1933 dan 1952).
4.      Perjanjian Chicago (Tahun 1944).
b.      Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan.
c.       Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab pengangkut Angkutan udara.
Arti hukum pengangkutan bila ditinjau dari segi keperdataan, dapat ditunjuk sebagai keseluruhan peraturan-peraturan, didalam kodifikasi (KUHPerdata, KUHD) serta diluar kodifikasi yang didasarkan atas dan bertujuan untuk mengatur hubungan-hubungan hukum yang terjadi akibat pemindahan orang atau barang-barang dari suatu tempat ke tempat yang lain untuk memenuhi perikatan-perikatan yang lahir dari perjanjian tertentu serta termasuk perjanjian yang memberikan perantara dalam mendapatkan suatu pengangkutan.[2]
Tujuan pengangkutan sendiri mempunyai arti memindahkan orang, dan benda atau barang serta mengantarkan orang atau suatu barang ke tempat tujuan dengan mengutamakan keselamatan dan tiba tepat pada waktunya.[3]
Asas-asas hukum pengangkutan merupakan landasan filosofi yang diklasifikasi menjadi dua, yaitu asas hukum publik dan asas hukum perdata.[4]
PENGERTIAN DAN ASAS HUKUM PENGANGKUTAN

1.        Asas hukum publik.
Landasan Undang-Undang yang lebih mengutamakan kepentingan umum dan kepentingan orang banyak.
2.        Asas hukum perdata.
Asas hukum perdata merupakan landasan hukum yang hanya berlaku serta berguna bagi kedua belah pihak dalam suatu pengangkutan niaga, yaitu antara pihak pengangkut dan pihak pengguna jasa. Asas-asas hukum yang bersifat perdata yaitu sebagai berikut:
1)      Asas perjanjian.
 Perjanjian pengangkutan tidak diharuskan dalam bentuk tertulis, dan cukup dengan kesepakatan para pihak. Akan tetapi untuk menyatakan bahwa perjanjian itu sudah terjadi atau sudah ada harus dibuktikan dan didukung oleh dokumen pengangkutan.
2)      Asas koordinatif.
Para pihak dalam pengngkutan mempunyai suatu kedudukan setara, dan tidak ada pihak yang mengatasu atau membawahi yang lain. Walaupun pengangkut menyediakan jasa dan melaksanakan perintah penumpang, namun pengangkut bukanlan bawahan dari penumpang.
3)      Asas campuran.
Bahwa makna dari pengangkutan merupakan campuran dari tiga jenis pernjajian yaitu pemberi kuasa, penyimpanan barang, dan melakukan pekerjaan dari penumpang atau pemilik barang kepada pengangkut. Adapun ketiga jenis perjanjian ini berlaku pada pengangkutan, kecuali jika ditentukan lain dalam perjanjian pengangkutan.
4)      Asas retensi
Retensi mengandung arti bahwa pengangkutan tidak menggunakan hak retensi atau suatu hak yang bertentangan dengan tujuan dan fungsi pengangkutan. Pengangkutan mempunyai kewajiban untuk menyimpan barang atas biaya dari pemiliknya.
5)      Asas pembuktian dan dokumen.
Setiap terjadinya suatu perjanjian pengangkutan harus selalu dibuktikan dengan suatu dokumen pengangkutan, namun apabila tidak ada dokumen pengangkutan berarti perjanjian itu dianggap tidak pernah ada.




[1] Abdulkadir Muhammad, Hukum pengangkutan niaga, Bandung, Citra Aditya, 2008, Hal 5.
[2] Sutino Usman Adji, dkk. Hukum Pengangkutan Di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 1990, hal. 2.
[3] Abdulkadir Muhammad, Op Cit hal. 16.
[4] Ibid, Hal.13.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar