Sabtu, 28 Oktober 2017

CONTOH SURAT DAKWAAN ALTERNATIF

CONTOH SURAT DAKWAAN ALTERNATIF

     KEJAKSAAN NEGERI
BANDA ACEH
     “ UNTUK KEADILAN ”

SURAT DAKWAAN
NOMOR REGISTER PERK : PDM-38/BNA/0530

A.   TERDAKWA :
Nama Lengkap                                 :  EVA BINTI HASAN
Umur/tempat Tgl. Lahir                   :  43 Tahun/ Banda Aceh, 21 Juli 1970
Jenis kelamin                                   :  Perempuan
Kebangsaan/Kewarganegaraan  :  Indonesia
Tempat Tinggal                                :  Jl. Prada Utama No. 72, Kota Banda aceh
Agama                                               :  Islam
Pekerjaan                                          :  Ahli Pengobatan Altenatif (Dukun)
Pendidikan                                       :  SMA
B.   PENAHANAN :
Jenis Tahanan                     :  RUTAN
Obyek Penyidik                    : Sejak tanggal 1 Agustus 2013 sampai dengan 20 Agustus 2013
Diperpanjang KAJARI        :  Sejak tanggal 21 Agustus 2013 sampai dengan 10 September 2013
Oleh Penuntut Umum        : Sejak tanggal 11 September 2013 sampai dengan  1 Oktober 2013


C.   DAKWAAN :
·         PRIMAIR
Bahwa ia Terdakwa EVA BINTI HASAN pada hari Jumat tanggal 25 Maret 2013 sekitar pukul 11.00 WIB atau setidak-tidaknya pada waktu-waktu lain dalam bulan Maret tahun 2013 atau setidak-tidaknya dalam tahun 2013 bertempat di rumah Terdakwa di Jalan Prada Utama  No. 72 Banda Aceh atau setidak-tidaknya di suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Banda Aceh telah terjadi tindakan aborsi/menggugurkan kandungan seorang perempuan bernama cut nun (Saksi/Terdakwa pada kasus yang sama dan diadili secara terpisah) dengan atas izin perempuan tersebut, dimana Terdakwa dalam hal ini bertindak sebagai seorang ahli pengobatan alternatif (dukun) untuk membantu menggugurkan kandungan atau melakukan tindak kejahatan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 348 KUHP.
Perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut :
Bahwa pada tanggal 22 Maret 2013, sekitar Jam 17.00 terdakwa didatangi cut nun dan zakir, mereka adalah sepasang kekasaih yang meminta tolong kepada Terdakwa untuk menggugurkan kandungan cut nun.
Tetapi pada waktu itu Terdakwa sedang sibuk sehingga tidak dapat melayani cut nun. Maka cut nun dan zakir berjanji kepada Terdakwa untuk datang lain kali.
Bahwa pada tanggal 25 Maret 2013 sekitar jam 11.00 WIB, cut nun dan zakir datang kembali ke tempat Terdakwa. Tetapi pada saat itu zakir tidak masuk kedalam rumah Terdakwa, sehingga hanya cut nun yang bertemu  dengan Terdakwa pada saat itu.
Cut nun lalu menunggu Terdakwa menyelesaikan perkerjaannya di ruang tamu, tidak lama kemudian, Terdakwa datang dan menyuruh cut nun masuk ke dalam kamar serta menyuruh cut nun membuka celana (dalamnya).
Kemudian Terdakwa berjalan kebelakang untuk memetik dua batang ranting kayu damar putih yang ditanam di pagar belakang rumah Terdakwa. Setelah itu Terdakwa menemui kembali cut nun dan menyuruh cut nun masuk ke kamar belakang dan mengunci kamar tersebut dari dalam.
Kemudian Terdakwa menyuruh cut nun membuka celana panjang dan celana dalamnya, serta meminta cut nun berbaring di atas tempat tidur sambil kakinya dibuka. Setelah itu, Terdakwa memegang-megang perut cut nun dan mengambil ranting Damar Putih, serta memasukannya secara perlahan-lahan ke bagian rahim cut nun melalui vagina cut nun, sampai Terdakwa memastikan betul bahwa kayu tersebut sudah sampai di rahim cut nun.
Bahwa Terdakwa membiarkan ranting damar putih itu tertanam dalam rahim cut nun, setelah itu Terdakwa menyuruh cut nun bangun dan memakai kembali celannya sambil berpesan kalau sampai di rumah ada rasa sakit dan tanda mens, ranting tersebut dicabut saja.
Setelah bangun, cut nun mengambil uang sebesar Rp 250.000,- (Dua Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah), menyerahkannya pada Terdakwa dan langsung pamit pulang. Terdakwa mengantar cut nun sampai ke ujung jalan dimana Mario menunggu.
Pada tanggal 30 Maret 2013 cut nun di rawat di Rumah Sakit karena menderita demam. Kemudian pada tanggal 31 Maret 2013, VINA dirujuk ke bagian kebidanan (ruang khusus patologi). Cut nun datang dengan keluhan ada pendarahan setelah diadakan pemeriksaan ternyata bayi cut nun sudah meninggal dan terjadi infeksi dalam rahim cut nun. Pada waktu itu cut nun datang dalam kondisi siap melakukan proses persalinan, yang kemudian ditolong oleh bidan Marni dan Yuni.
Bahwa tanggal 1 April 2013 sekitar pukul 11.30 WIB, lahir bayi perempuan yang telah meninggal dengan berat 11 gram, panjang 40 cm, tali pusar terputus sehingga ari-ari tertinggal di rahim. Tali pusat bayi terputus saat proses persalinan, karena rapuh akibat kematian bayi dalam rahim. Penyebab kematian bayi karena kadar Hemoglobinnya rendah dan adanya infeksi dalam rahim. Dokter Andri yang merawat melakukan tindakan mengeluarkan ari-ari (yang masih tertinggal dalam rahim) dan memperbaiki keadaan umum dengan pemberian transfusi darah serta anti biotika generasi terbaru dalam dosis tinggi. Akhirnya lambat laun keadan cut nun membaik dan sehat kembali.
Perbutaan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 348 ayat 1 KUHP jo. Pasal 349 KUHP jo. Pasal 55 KUHP.
·         SUBSIDAIR
Bahwa ia Terdakwa EVA BINTI HASAN pada hari Jumat tanggal 25 Maret 2013 sekitar pukul 11.00 WIB atau setidak-tidaknya pada waktu-waktu lain dalam bulan Maret tahun 2013 atau setidak-tidaknya dalam tahun 2013 bertempat di rumah Terdakwa di Jalan Prada Utama  No. 72 Banda Aceh atau setidak-tidaknya di suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Banda Aceh telah terjadi tindakan aborsi/menggugurkan kandungan seorang perempuan bernama cut nun (Saksi/Terdakwa pada kasus yang sama dan diadili secara terpisah) dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatanya itu hamilnya dapat digugurkan, dimana Terdakwa dalam hal ini bertindak sebagai seorang ahli pengobatan alternatif (dukun) tindak kejahatan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal  299 KUHP.
Perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara-cara sebagai berikut :
Bahwa pada tanggal 22 Maret 2013, sekitar Jam 17.00 terdakwa didatangi cut nun dan zakir, mereka adalah sepasang kekasaih yang meminta tolong kepada Terdakwa untuk menggugurkan kandungan cut nun.
Tetapi pada waktu itu Terdakwa sedang sibuk sehingga tidak dapat melayani cut nun. Maka cut nun dan zakir berjanji kepada Terdakwa untuk datang lain kali.
Bahwa pada tanggal 25 Maret 2013 sekitar jam 11.00 WIB, cut nun dan zakir datang kembali ke tempat Terdakwa. Tetapi pada saat itu zakir tidak masuk kedalam rumah Terdakwa, sehingga hanya cut nun yang bertemu dengan Terdakwa pada saat itu.
Cut nun lalu menunggu Terdakwa menyelesaikan perkerjaannya di ruang tamu, tidak lama kemudian, Terdakwa datang dan menyuruh cut nun masuk ke dalam kamar serta menyuruh cut nun membuka celana (dalamnya).
Kemudian Terdakwa berjalan kebelakang untuk memetik dua batang ranting kayu damar putih yang ditanam di pagar belakang rumah Terdakwa. Setelah itu Terdakwa menemui kembali cut nun dan menyuruh Vcut nun masuk ke kamar belakang dan mengunci kamar tersebut dari dalam.
Kemudian Terdakwa menyuruh cut nun membuka celana panjang dan celana dalamnya, serta meminta cut nun berbaring di atas tempat tidur sambil kakinya dibuka. Setelah itu, Terdakwa memegang-megang perut cut nun dan mengambil ranting Damar Putih, serta memasukannya secara perlahan-lahan ke bagian rahim cut nun melalui vagina cut nun, sampai Terdakwa memastikan betul bahwa kayu tersebut sudah sampai di rahim cut nun.
Bahwa Terdakwa membiarkan ranting damar putih itu tertanam dalam rahim cut nun, setelah itu Terdakwa menyuruh cut nun bangun dan memakai kembali celannya sambil berpesan kalau sampai di rumah ada rasa sakit dan tanda mens, ranting tersebut dicabut saja.
Setelah bangun, cut nun mengambil uang sebesar Rp 250.000,- (Dua Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah), menyerahkannya pada Terdakwa dan langsung pamit pulang. Terdakwa mengantar cut nun sampai ke ujung jalan dimana zakir menunggu.
Pada tanggal 30 Maret 2013 cut nun di rawat di Rumah Sakit karena menderita demam. Kemudian pada tanggal 31 Maret 2013, cut nun dirujuk ke bagian kebidanan (ruang khusus patologi). Cut nun datang dengan keluhan ada pendarahan setelah diadakan pemeriksaan ternyata bayi cut nun sudah meninggal dan terjadi infeksi dalam rahim cut nun. Pada waktu itu cut nun datang dalam kondisi siap melakukan proses persalinan, yang kemudian ditolong oleh bidan Marni dan Yuni.
Bahwa tanggal 1 April 2013 sekitar pukul 11.30 WIB, lahir bayi perempuan yang telah meninggal dengan berat 11 gram, panjang 40 cm, tali pusar terputus sehingga ari-ari tertinggal di rahim. Tali pusat bayi terputus saat proses persalinan, karena rapuh akibat kematian bayi dalam rahim. Penyebab kematian bayi karena kadar Hemoglobinnya rendah dan adanya infeksi dalam rahim. Dokter Andri yang merawat melakukan tindakan mengeluarkan ari-ari (yang masih tertinggal dalam rahim) dan memperbaiki keadaan umum dengan pemberian transfusi darah serta anti biotika generasi terbaru dalam dosis tinggi. Akhirnya lambat laun keadan cut nun membaik dan sehat kembali.
Perbutaan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 299 KUHP jo. Pasal 55 KUHP.

Banda Aceh, 21 Oktober 2013.
JAKSA PENUNTUT UMUM


( MUHAMMAD IQBAL, S.H. )
JAKSA MUDA/NIP. 07200006



Senin, 23 Oktober 2017

HARI PANTANG MELAUT DALAM MASYARAKAT ADAT ACEH

Uroe pantang meulaot (hari pantang melaut dalam masyarakat adat Aceh

HARI PANTANG MELAUT DALAM MASYARAKAT ADAT ACEH – Terdapat beberapa lembaga adat yang masih berkembang semenjak zaman dulu sampai dengan sekarang dalam kehidupan masyarakat adat Aceh salah satunya adalah lembaga adat laot[1]. Lembaga adat laot dipimpin oleh seorang Panglima Laot.[2] Dari beberapa sumber menyatakan Panglima Laot telah berada pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda pada tahun (1607-1636) dan kurang lebih sudah 410 Tahun yang lalu dimana tugas dari seorang panglima Laot dipercayai sebagai petugas pemugut cukai pada tiap kapal-kapal yang bersandar di pelabuhan dan sebagai penghubung antara pihak pemerintahan dan pihak nelayan.

Istilah uroe pantang meulaot pada hukum adat laot Aceh dapat diartikan sebagai hari larangan bagi para nelayan untuk melaut. Adapun hari-hari pantang melaut (uroe pantang meulaot) dalam adat laot aceh adalah sebagai berikut:
  1.  1 (satu) hari pada hari Jum’at;
  2.  2 (dua) hari pada hari raya Idul Fitri;
  3. 4 (empat) hari pada hari raya Idul Adha;
  4. 1 (satu) hari pada hari perayaan kemerdekaan Republik Indonesia yaitu pada Tangga 17 Agustus;
  5. 1 (satu) hari pada peringatan musibah Tsunami di Aceh tanggal 26 (dua puluh enam) Desember; dan.
  6. 3 (tiga) hari pada waktu pelaksaan kenduri Laut.


Terdapat beberapa sanksi jika para nelayan tidak memenuhi atau melanggar aturan adat laot di Aceh maka pihak yang melanggar akan diberikan hukuman yang berupa pertama, seluruh hasil tangkapan akan disita oleh pihak lembaga adat laot dalam hal ini dipimpin oleh Panglima Laot. Kedua, nelayan yang melanggar adat laot selain disita hasil tangkapan juga akan dikenakan sanksi larangan melaut paling cepat 3 (tiga) hari dan paling lama 7 (tujuh) hari.



[1] Laot merupakan arti dari kata laut.
[2] Panglima Laot adalah orang yang memimpin dan mengatur adat dan reusam pada wilayah pesisir dan laut.

Minggu, 22 Oktober 2017

Asas-Asas Dalam Peradilan Adat di Aceh

Asas-Asas Dalam Peradilan Adat di Aceh - Asas adalah suatu tatanan nilai-nilai sosial yang menduduki tngkatan yang tertinggi dari suatu sistem hukum serta tidak boleh disampingkan dari dan oleh suatu sistem hukum dengan bentuk apapun. Pada suatu sistem hukum adat yang hidup dalam kehidupan masyarakat adat Aceh diketahui terdapat sejumlah asas-asas yang pada umumnya dapat diterima oleh berbagai sistem hukum lainnya. Adapun asas-asas yang asas-asas tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Asas terpercaya atau sering disebut dengan amanah (Acceptability).
Asas terpercaya (amanah) artinya suatu peradilan adat yang dilaksanakan oleh lembaga adat dalam kehidupan masyarakat adat dapat dipercayai oleh seluruh masyarakat adat.
2.      Asas Tanggung Jawab/Akuntabilitas (accountability).
Pada prinsip ini yang menjadi poin penting adalah suatu mekanisme pertanggung jawaban dalam pelaksanaan suatu peradilan adat dimana pada tiap penyelesaian suatu sengketa adat di dalam peradilan adat. Hasil dari suatu putusan ini harus dapat dipertanggung jawabkan di depan para pihak yang bersengketa, masyarakat yang menyaksikan, negara dan Allah SWT (Tuhan) selaku sang pencipta.
3.      Asas kesetaraan di depan hukum (equality before the law).
Suatu peradilan adat tidak boleh adanya unsur-unsur pembedaan kepada para pihak, di mana didalamnya terdapat suatu kesetaraan dalam hukum pada setiap Individu. Adapun Tujuan utama adanya Equality before the law adalah menegakkan keadilan dimana persamaan kedudukan berarti hukum sebagai satu entitas tidak membedakan siapapun yang meminta keadilan kepadanya.
4.      Asas cepat, mudah dan biaya murah (accessibility to all citizens).
Tiap-tiap putusan sengketa atau perkara yang berada pada peradilan adat haruslah dapat di jangkau oleh masyarakat adat baik menyangkut dari segi biaya, waktu dan prosedur tahapan beracara di peradilan adat.
5.      Asas ikhlas dan sukarela (voluntary nature).
Suatu keadilan adat tidak boleh memaksa para pihak untuk menyelesaikan perkaranya melalui peradilan adat, dengan kata lain. Jika para pihak ingin menyelesaikan perkara (sengketa) melalui jalur peradilan adat maka terlebih dahulu para pihak yangbersengketa haruslah benar-benar sepakat (tidak ada paksaan) untuk menyelesaikan perkara melalui jalur peradilan adat.
6.      Asas penyelesaian sengketa secara damai dan rukun (peaceful resolution).
Asas ini bertujuan hasil dari suatu putusan adat dapat mendamaikan lagi para pihak yang bersengketa dan menciptakan kembali rasa keseimbangan, keharmonisan dan kedamaian saat perkara adat itu dianggap selesai.
7.      Asas musyawarah atau mufakat (consensus).
Tiap seluruh proses peradilan adat
8.      Asas keterbukaan untuk umum (transparancy).
Pada asas ini menganjurkan untuk semua proses peradilan (kecuali untuk kasus-kasus tertentu) baik itu tahapan awal mulai penerimaan pengaduan, pemanggilan saksi, persidangan sampai pengambilan dan pembacaan putusan atau tahapan akhir persidangan peradilan adat haruslah dilaksanakan secara terbuka.
9.      Asas jujur dan kompetensi(competence/authority)
Asas jujur dan kompetensi sangat menekankan seorang ketua adat agar tidak mengambil suatu keuntungan dari sagala bentuk apapun baik itu bersifat material ataupun non material dari suatu penanganan perkara.
10.  Asas Keberagaman (pluralism)
Suatu peradilan adat haruslah menghargai keberagaman peraturan hukum yang terdiri dari berbagai sistem hukum adat dan berlaku dalam suatu masyarakat adat tertentu.
11.  Asas Praduga tak bersalah (presumption of innocence)
Dalam peradilan adat tidak mengenal adanya suatu tindakan main hakim sendiri. Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan adat, juga wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan adat  yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.
12.  Asas Berkeadilan (propotional justice)

Suatu putusan peradilan adat haruslah bersifat adil dan diterapkan berdasarkan pedoman-pedoman yang sesuai dengan parahnya suatu perkara dan keadaan ekonomi dari para pihak.