Asas-Asas Dalam Peradilan Adat di Aceh - Asas
adalah suatu tatanan nilai-nilai sosial yang menduduki tngkatan yang tertinggi
dari suatu sistem hukum serta tidak boleh disampingkan dari dan oleh suatu
sistem hukum dengan bentuk apapun. Pada suatu sistem hukum adat yang hidup
dalam kehidupan masyarakat adat Aceh diketahui terdapat sejumlah asas-asas yang
pada umumnya dapat diterima oleh berbagai sistem hukum lainnya. Adapun
asas-asas yang asas-asas tersebut adalah sebagai berikut:
1. Asas
terpercaya atau sering disebut dengan amanah
(Acceptability).
Asas
terpercaya (amanah) artinya suatu peradilan adat yang dilaksanakan oleh lembaga
adat dalam kehidupan masyarakat adat dapat dipercayai oleh seluruh masyarakat
adat.
2. Asas
Tanggung Jawab/Akuntabilitas (accountability).
Pada
prinsip ini yang menjadi poin penting adalah suatu mekanisme pertanggung
jawaban dalam pelaksanaan suatu peradilan adat dimana pada tiap penyelesaian
suatu sengketa adat di dalam peradilan adat. Hasil dari suatu putusan ini harus
dapat dipertanggung jawabkan di depan para pihak yang bersengketa, masyarakat
yang menyaksikan, negara dan Allah SWT (Tuhan) selaku sang pencipta.
3. Asas
kesetaraan di depan hukum (equality
before the law).
Suatu
peradilan adat tidak boleh adanya unsur-unsur pembedaan kepada para pihak, di mana
didalamnya terdapat suatu kesetaraan dalam hukum pada setiap Individu. Adapun Tujuan
utama adanya Equality before the law
adalah menegakkan keadilan dimana persamaan kedudukan berarti hukum sebagai
satu entitas tidak membedakan siapapun yang meminta keadilan kepadanya.
4. Asas
cepat, mudah dan biaya murah (accessibility
to all citizens).
Tiap-tiap
putusan sengketa atau perkara yang berada pada peradilan adat haruslah dapat di
jangkau oleh masyarakat adat baik menyangkut dari segi biaya, waktu dan
prosedur tahapan beracara di peradilan adat.
5. Asas
ikhlas dan sukarela (voluntary nature).
Suatu
keadilan adat tidak boleh memaksa para pihak untuk menyelesaikan perkaranya
melalui peradilan adat, dengan kata lain. Jika para pihak ingin menyelesaikan
perkara (sengketa) melalui jalur peradilan adat maka terlebih dahulu para pihak
yangbersengketa haruslah benar-benar sepakat (tidak ada paksaan) untuk
menyelesaikan perkara melalui jalur peradilan adat.
6. Asas
penyelesaian sengketa secara damai dan rukun (peaceful resolution).
Asas
ini bertujuan hasil dari suatu putusan adat dapat mendamaikan lagi para pihak
yang bersengketa dan menciptakan kembali rasa keseimbangan, keharmonisan dan
kedamaian saat perkara adat itu dianggap selesai.
7. Asas
musyawarah atau mufakat (consensus).
Tiap
seluruh proses peradilan adat
8. Asas
keterbukaan untuk umum (transparancy).
Pada
asas ini menganjurkan untuk semua proses peradilan (kecuali untuk kasus-kasus
tertentu) baik itu tahapan awal mulai penerimaan pengaduan, pemanggilan saksi,
persidangan sampai pengambilan dan pembacaan putusan atau tahapan akhir
persidangan peradilan adat haruslah dilaksanakan secara terbuka.
9. Asas
jujur dan kompetensi(competence/authority)
Asas
jujur dan kompetensi sangat menekankan seorang ketua adat agar tidak mengambil suatu
keuntungan dari sagala bentuk apapun baik itu bersifat material ataupun non
material dari suatu penanganan perkara.
10. Asas
Keberagaman (pluralism)
Suatu
peradilan adat haruslah menghargai keberagaman peraturan hukum yang terdiri
dari berbagai sistem hukum adat dan berlaku dalam suatu masyarakat adat
tertentu.
11. Asas
Praduga tak bersalah (presumption of
innocence)
Dalam
peradilan adat tidak mengenal adanya suatu tindakan main hakim sendiri. Setiap
orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka
sidang pengadilan adat, juga wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya
putusan pengadilan adat yang menyatakan
kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.
12. Asas
Berkeadilan (propotional justice)
Suatu
putusan peradilan adat haruslah bersifat adil dan diterapkan berdasarkan
pedoman-pedoman yang sesuai dengan parahnya suatu perkara dan keadaan ekonomi
dari para pihak.