Tampilkan postingan dengan label hukum pidana. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label hukum pidana. Tampilkan semua postingan

Minggu, 26 November 2017

Rumusan Sanksi Pidana yang Diancamkan dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Ilustrasi Cyber Crime

Rumusan Sanksi Pidana yang Diancamkan dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik - Dalam UU ITE, terhadap perbuatan yang dilarang dan diancam sanksi pidana. Adapun jenis sanksi pidananya adalah sanksi pidana penjara dan sanksi pidana denda. Jenis sanksi ini sudah dikenal dalam Pasal 10 KUHP, dan tidak ditentukan jenis pidana tambahan. Dengan demikian tidak ada pengembangan mengenai jenis pidana khusus yang ditujukan bagi pelaku tindak pidana di bidang informasi dan transaksi elektronik.
Terdapat beberapa hal mengenai perbuatan yang dilarang dan diancam sanksi pidana di dalam UU No. 11 Tahun 2008  sebagai berikut:
  1. Perbuatan yang dilarang sebagai tindak pidana dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik belum dirumuskan secara baik yang ditunjukkan pada Bab tentang Ketentuan Pidana (Pasal 45 s.d Pasal 52) yang menunjuk lagi pasal-pasal lain. Rumusannya masih bersifat abstrak dan teknis, yang kemungkinan berdamapak kesulitan pembuktian nantinya, dan baiknya merupakan pengembangan tindak pidana -tindak pidana pada undang-undang lain, khususnya dari KUHP, yang mengaitkan/mengontekskan dengan perkembangan teknologi iformasi sebagai alat/insrumen dalam melakukan kejahatan.
  2. Perumusan sanksi pidana yang diancamkan dalam tindak pidana menurut ketentuan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tetap sebagaimna jenis-jenis sanksi pidana sebagaimna dalam KUHP. Yang diancamkan pada UU ITE, jenisnya adalah tindak pidana penjara dan tindak pidana denda, tidak dirumuskan ancaman sanksi pidana tambahan. Jadi sistem pidana yang dipakai tidak ada inovasi jenis sanksi pidana yang khas untuk tindak pidana di bidang informasi dan transaksi elektronik. Perumusan sanksinya alternatif-kumulatif.

Minggu, 19 November 2017

DISKRESI DALAM PELAKSANAAN TUGAS KEPOLISIAN

DISKRESI DALAM PELAKSANAAN TUGAS KEPOLISIAN - Sebelum kita membicarakan pelaksanaan Diskresi Kepoloisian dalam kaitannya dengan pelaksanaan tugas- tugas kepolisian maka perlu kita terlebih dahulu mengenal Etika Profesi Kepolisian, sebagai hal yang sangat fundamental dan penting dan besar pengaruhnya terhadap baik- buruknya pelaksanaan Diskresi Kepolisian.  Etika profesi kepolisian merupakan kristalisasi nilai-nilai yang dilandasi dan dijiwai oleh Pancasila serta mencerminkan jati diri setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam wujud komitmen moral yang meliputi pada pengabdian, kelembagaan dan kenegaraan, selanjutnya disusun kedalam Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Etika profesi kepolisian terdiri dari :
  1. Etika pengabdian/kepribadian merupakan komitmen moral setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia terhadap profesinya sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,  penegak hukum serta pelindung,  pengayom dan pelayan masyarakat.
  2. Etika kelembagaan merupakan komitmen moral setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia terhadap institusinya yang menjadi wadah pengabdian yang patut dijunjung tinggi sebagai ikatan lahir batin dari semua insan Bhayangkara dan segala martabat dan kehormatannya.
  3. Etika kenegaraan merupakan komitmen moral setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dan institusinya untuk senantiasa bersikap netral,  mandiri dan  tidak terpengaruh oleh kepentingan politik, golongan dalam rangka menjaga tegaknya hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kode etik profesi Polri mencakup norma prilaku dan moral yang dijadikan pedoman sehingga menjadi pendorong semangat dan rambu nurani bagi setiap anggota untuk pemulihan profesi kepolisian agar dijalankan sesuai tuntutan dan harapan masyarakat. Jadi polisi harus benar-benar jadi pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat, serta sebagai penegak hukum yang bersih agar tercipta clean governance dan good governance.

Tindakan diskresi yang diputuskan oleh petugas operasional di lapangan secara langsung pada saat itu juga dan tanpa meminta petunjuk atau keputusan dari atasannya adalah diskresi yang bersifat individual, sebagai contoh untuk menghindari terjadinya penumpukan arus lalu lintas di suatu ruas jalan, petugas kepolisian memberi isyarat untuk terus berjalan kepada pengemudi kendaaraan meskipun saat itu lampu pengatur lalu lintas berwarna merah dan sebagainya.

Adapun tindakan untuk mengesampingkan perkara, untuk menahan atau tidak melakukan penahanan terhadap tersangka/pelaku pelanggaran hukum atau menghentikan proses penyidikan, bukanlah tindakan diskresi individual petugas kepolisian. Tindakan tersebut merupakan tindakan diskresi birokrasi karena dalam pengambilan keputusan diskresi berdasarkan atau berpedoman pada kebijaksanaan–kebijaksanaan pimpinan dalam organisasi dan hal tersebut telah dijadikan kesepakatan diantara mereka.
Selain pantas untuk dilakukan diskresi juga merupakan hal yang penting bagi pelaksanaan tugas polisi karena :
  1. Undang-undang ditulis dalam bahasa yang terlalu umum untuk bisa dijadikan petunjuk pelaksanaan sampai detail bagi petugas dilapangan;
  2. Hukum adalah sebagai alat untuk mewujudkan keadilan dan menjaga ketertiban dan tindakan hukum bukanlah satu-satunya jalan untuk mencapai hal tersebut;
  3. Pertimbangan sumber daya dan kemampuan dari petugas kepolisian.
James Q Wilson mengemukakan ada empat tipe situasi tindakan diskresi yang mungkin dilaksanakan, yaitu :
  1. police-invoked law enforcement, petugas cukup luas alasannya untuk melakukan tindakan diskresi, tetapi kemungkinannya dimodifikasi oleh kebijaksanaan pimpinannya;
  2. citizen-invoked law enforcement, diskresi sangat kecil kemungkinan dilaksanakan, karena inisiatornya adalah masyarakat;
  3. police-invoked order maintenance, diskresi dan pengendalian pimpinan seimbang (intermidiate), apakah pimpinannya akan memerintahkan take it easy atau more vigorous; dan
  4. citizen-invoked order maintenance, pelaksanaan diskresi perlu dilakukan walau umumnya kurang disetujui oleh atasannya.

Dalam kenyataannya hukum memang tidak bisa secara kaku untuk diberlakukan kepada siapapun dan dalam kondisi apapun seperti yang tercantum dalam bunyi perundang-undangan. Pandangan yang sempit didalam hukum pidana bukan saja tidak sesuai dengan tujuan hukum pidana, tetapi akan membawa akibat kehidupan masyarakat menjadi berat, susah dan tidak menyenangkan. Hal ini dikarenakan segala gerak aktivitas masyarakat diatur atau dikenakan sanksi oleh peraturan. Jalan keluar untuk mengatasi kekuatan-kekuatan itu oleh hukum adalah diserahkan kepada petugas penegak hukum itu sendiri untuk menguji setiap perkara yang masuk didalam proses, untuk selanjutnya diadakan penyaringan-penyaringan yang dalam hal ini disebut dengan diskresi.
Bila diskresi diterapkan secara salah maka akan terjadi penyimpangan, menurut Teori dari Klitgard ;1998  seperti yang dikutip Meliala (2000) untuk menjelaskan penyimpangan diskresi sebagai korupsi polisi tersebut adalah sebagai berikut:

C = P + D - A
Keterangan : C = Corruption, P = Power, D = Discretion, A = Accountability.

Jerimi Pope menyatakan :
Coruption involves behavior on the part of officials in the public sector; whether politician or civil servants, in wich they improperly and unlawfully enrich them selves or those close to them by the misuse of the public power entrusted them (Saputro paulus : 2000).

Diskresi yang dilakukan dalam menangani berbagai masalah atau pelanggaran hukum tidak ada aturan atau batasan yang jelas sehingga sering menyimpang dari ketentuan atau prinsip dari diskresi. Masalah dalam pelaksanaan diskresi yang dilakukan oleh polisi adalah : Pertama bersifat individual oleh petugas polisi di lapangan yang menjadi dasar adalah apa yang diketahui atau dimengerti oleh petugas dilapangan yang dianggap benar.

Pelaksanaan hukum secara selektif merupakan bentuk diskresi birokrasi di mana pengambil kebijaksanaan kepolisian menentukan prioritas organisasi kepada para petugas di lapangan. Ditinjau dari segi hukum pidana formal, tindakan Polisi untuk mengesampingkan perkara pidana tidak bisa dibenarkan begitu saja karena sifat hukum pidana yang tak kenal kompromi. Sedangkan alasan-alasan sosiologis yang biasa digunakan dalam praktek, bersifat subjektif dan sangat situasional dan ini memerlukan landasan hukum yang tegas agar terdapat kepastian hukum baik bagi penyidik maupun bagi masyarakat. Ditinjau dari pelaksanaan operasional Kepolisian, tindakan mengesampingkan perkara juga dilakukan, dengan pertimbangan masing-masing perkara itu bisa berbeda-antara satu tempat dengan tempat lain.

Tindakan tersebut di atas dilakukan oleh para petugas kepolisian dapat dikerenakan adanya kekaburan pemahaman hukum yang berkaitan dengan kewenangan diskresi, kebijaksanaan-kebijaksanaan dari para pejabat dalam birokrasi, yang mendukung atau merestui tindakan diskresi dijadikan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan operasionalnya dan untuk keuntungan pribadi atau kelompok tertentu. Hal tersebut juga dapat diakibatkan kurang baiknya sistem kontrol (pseudo control). Hal lain yang juga mempengaruhi adalah dari masyarakatnya yang kadang enggan untuk menyelesaikan perkaranya dengan jalur hukum.

Sabtu, 28 Oktober 2017

CONTOH SURAT DAKWAAN ALTERNATIF

CONTOH SURAT DAKWAAN ALTERNATIF

     KEJAKSAAN NEGERI
BANDA ACEH
     “ UNTUK KEADILAN ”

SURAT DAKWAAN
NOMOR REGISTER PERK : PDM-38/BNA/0530

A.   TERDAKWA :
Nama Lengkap                                 :  EVA BINTI HASAN
Umur/tempat Tgl. Lahir                   :  43 Tahun/ Banda Aceh, 21 Juli 1970
Jenis kelamin                                   :  Perempuan
Kebangsaan/Kewarganegaraan  :  Indonesia
Tempat Tinggal                                :  Jl. Prada Utama No. 72, Kota Banda aceh
Agama                                               :  Islam
Pekerjaan                                          :  Ahli Pengobatan Altenatif (Dukun)
Pendidikan                                       :  SMA
B.   PENAHANAN :
Jenis Tahanan                     :  RUTAN
Obyek Penyidik                    : Sejak tanggal 1 Agustus 2013 sampai dengan 20 Agustus 2013
Diperpanjang KAJARI        :  Sejak tanggal 21 Agustus 2013 sampai dengan 10 September 2013
Oleh Penuntut Umum        : Sejak tanggal 11 September 2013 sampai dengan  1 Oktober 2013


C.   DAKWAAN :
·         PRIMAIR
Bahwa ia Terdakwa EVA BINTI HASAN pada hari Jumat tanggal 25 Maret 2013 sekitar pukul 11.00 WIB atau setidak-tidaknya pada waktu-waktu lain dalam bulan Maret tahun 2013 atau setidak-tidaknya dalam tahun 2013 bertempat di rumah Terdakwa di Jalan Prada Utama  No. 72 Banda Aceh atau setidak-tidaknya di suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Banda Aceh telah terjadi tindakan aborsi/menggugurkan kandungan seorang perempuan bernama cut nun (Saksi/Terdakwa pada kasus yang sama dan diadili secara terpisah) dengan atas izin perempuan tersebut, dimana Terdakwa dalam hal ini bertindak sebagai seorang ahli pengobatan alternatif (dukun) untuk membantu menggugurkan kandungan atau melakukan tindak kejahatan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 348 KUHP.
Perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut :
Bahwa pada tanggal 22 Maret 2013, sekitar Jam 17.00 terdakwa didatangi cut nun dan zakir, mereka adalah sepasang kekasaih yang meminta tolong kepada Terdakwa untuk menggugurkan kandungan cut nun.
Tetapi pada waktu itu Terdakwa sedang sibuk sehingga tidak dapat melayani cut nun. Maka cut nun dan zakir berjanji kepada Terdakwa untuk datang lain kali.
Bahwa pada tanggal 25 Maret 2013 sekitar jam 11.00 WIB, cut nun dan zakir datang kembali ke tempat Terdakwa. Tetapi pada saat itu zakir tidak masuk kedalam rumah Terdakwa, sehingga hanya cut nun yang bertemu  dengan Terdakwa pada saat itu.
Cut nun lalu menunggu Terdakwa menyelesaikan perkerjaannya di ruang tamu, tidak lama kemudian, Terdakwa datang dan menyuruh cut nun masuk ke dalam kamar serta menyuruh cut nun membuka celana (dalamnya).
Kemudian Terdakwa berjalan kebelakang untuk memetik dua batang ranting kayu damar putih yang ditanam di pagar belakang rumah Terdakwa. Setelah itu Terdakwa menemui kembali cut nun dan menyuruh cut nun masuk ke kamar belakang dan mengunci kamar tersebut dari dalam.
Kemudian Terdakwa menyuruh cut nun membuka celana panjang dan celana dalamnya, serta meminta cut nun berbaring di atas tempat tidur sambil kakinya dibuka. Setelah itu, Terdakwa memegang-megang perut cut nun dan mengambil ranting Damar Putih, serta memasukannya secara perlahan-lahan ke bagian rahim cut nun melalui vagina cut nun, sampai Terdakwa memastikan betul bahwa kayu tersebut sudah sampai di rahim cut nun.
Bahwa Terdakwa membiarkan ranting damar putih itu tertanam dalam rahim cut nun, setelah itu Terdakwa menyuruh cut nun bangun dan memakai kembali celannya sambil berpesan kalau sampai di rumah ada rasa sakit dan tanda mens, ranting tersebut dicabut saja.
Setelah bangun, cut nun mengambil uang sebesar Rp 250.000,- (Dua Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah), menyerahkannya pada Terdakwa dan langsung pamit pulang. Terdakwa mengantar cut nun sampai ke ujung jalan dimana Mario menunggu.
Pada tanggal 30 Maret 2013 cut nun di rawat di Rumah Sakit karena menderita demam. Kemudian pada tanggal 31 Maret 2013, VINA dirujuk ke bagian kebidanan (ruang khusus patologi). Cut nun datang dengan keluhan ada pendarahan setelah diadakan pemeriksaan ternyata bayi cut nun sudah meninggal dan terjadi infeksi dalam rahim cut nun. Pada waktu itu cut nun datang dalam kondisi siap melakukan proses persalinan, yang kemudian ditolong oleh bidan Marni dan Yuni.
Bahwa tanggal 1 April 2013 sekitar pukul 11.30 WIB, lahir bayi perempuan yang telah meninggal dengan berat 11 gram, panjang 40 cm, tali pusar terputus sehingga ari-ari tertinggal di rahim. Tali pusat bayi terputus saat proses persalinan, karena rapuh akibat kematian bayi dalam rahim. Penyebab kematian bayi karena kadar Hemoglobinnya rendah dan adanya infeksi dalam rahim. Dokter Andri yang merawat melakukan tindakan mengeluarkan ari-ari (yang masih tertinggal dalam rahim) dan memperbaiki keadaan umum dengan pemberian transfusi darah serta anti biotika generasi terbaru dalam dosis tinggi. Akhirnya lambat laun keadan cut nun membaik dan sehat kembali.
Perbutaan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 348 ayat 1 KUHP jo. Pasal 349 KUHP jo. Pasal 55 KUHP.
·         SUBSIDAIR
Bahwa ia Terdakwa EVA BINTI HASAN pada hari Jumat tanggal 25 Maret 2013 sekitar pukul 11.00 WIB atau setidak-tidaknya pada waktu-waktu lain dalam bulan Maret tahun 2013 atau setidak-tidaknya dalam tahun 2013 bertempat di rumah Terdakwa di Jalan Prada Utama  No. 72 Banda Aceh atau setidak-tidaknya di suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Banda Aceh telah terjadi tindakan aborsi/menggugurkan kandungan seorang perempuan bernama cut nun (Saksi/Terdakwa pada kasus yang sama dan diadili secara terpisah) dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatanya itu hamilnya dapat digugurkan, dimana Terdakwa dalam hal ini bertindak sebagai seorang ahli pengobatan alternatif (dukun) tindak kejahatan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal  299 KUHP.
Perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara-cara sebagai berikut :
Bahwa pada tanggal 22 Maret 2013, sekitar Jam 17.00 terdakwa didatangi cut nun dan zakir, mereka adalah sepasang kekasaih yang meminta tolong kepada Terdakwa untuk menggugurkan kandungan cut nun.
Tetapi pada waktu itu Terdakwa sedang sibuk sehingga tidak dapat melayani cut nun. Maka cut nun dan zakir berjanji kepada Terdakwa untuk datang lain kali.
Bahwa pada tanggal 25 Maret 2013 sekitar jam 11.00 WIB, cut nun dan zakir datang kembali ke tempat Terdakwa. Tetapi pada saat itu zakir tidak masuk kedalam rumah Terdakwa, sehingga hanya cut nun yang bertemu dengan Terdakwa pada saat itu.
Cut nun lalu menunggu Terdakwa menyelesaikan perkerjaannya di ruang tamu, tidak lama kemudian, Terdakwa datang dan menyuruh cut nun masuk ke dalam kamar serta menyuruh cut nun membuka celana (dalamnya).
Kemudian Terdakwa berjalan kebelakang untuk memetik dua batang ranting kayu damar putih yang ditanam di pagar belakang rumah Terdakwa. Setelah itu Terdakwa menemui kembali cut nun dan menyuruh Vcut nun masuk ke kamar belakang dan mengunci kamar tersebut dari dalam.
Kemudian Terdakwa menyuruh cut nun membuka celana panjang dan celana dalamnya, serta meminta cut nun berbaring di atas tempat tidur sambil kakinya dibuka. Setelah itu, Terdakwa memegang-megang perut cut nun dan mengambil ranting Damar Putih, serta memasukannya secara perlahan-lahan ke bagian rahim cut nun melalui vagina cut nun, sampai Terdakwa memastikan betul bahwa kayu tersebut sudah sampai di rahim cut nun.
Bahwa Terdakwa membiarkan ranting damar putih itu tertanam dalam rahim cut nun, setelah itu Terdakwa menyuruh cut nun bangun dan memakai kembali celannya sambil berpesan kalau sampai di rumah ada rasa sakit dan tanda mens, ranting tersebut dicabut saja.
Setelah bangun, cut nun mengambil uang sebesar Rp 250.000,- (Dua Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah), menyerahkannya pada Terdakwa dan langsung pamit pulang. Terdakwa mengantar cut nun sampai ke ujung jalan dimana zakir menunggu.
Pada tanggal 30 Maret 2013 cut nun di rawat di Rumah Sakit karena menderita demam. Kemudian pada tanggal 31 Maret 2013, cut nun dirujuk ke bagian kebidanan (ruang khusus patologi). Cut nun datang dengan keluhan ada pendarahan setelah diadakan pemeriksaan ternyata bayi cut nun sudah meninggal dan terjadi infeksi dalam rahim cut nun. Pada waktu itu cut nun datang dalam kondisi siap melakukan proses persalinan, yang kemudian ditolong oleh bidan Marni dan Yuni.
Bahwa tanggal 1 April 2013 sekitar pukul 11.30 WIB, lahir bayi perempuan yang telah meninggal dengan berat 11 gram, panjang 40 cm, tali pusar terputus sehingga ari-ari tertinggal di rahim. Tali pusat bayi terputus saat proses persalinan, karena rapuh akibat kematian bayi dalam rahim. Penyebab kematian bayi karena kadar Hemoglobinnya rendah dan adanya infeksi dalam rahim. Dokter Andri yang merawat melakukan tindakan mengeluarkan ari-ari (yang masih tertinggal dalam rahim) dan memperbaiki keadaan umum dengan pemberian transfusi darah serta anti biotika generasi terbaru dalam dosis tinggi. Akhirnya lambat laun keadan cut nun membaik dan sehat kembali.
Perbutaan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 299 KUHP jo. Pasal 55 KUHP.

Banda Aceh, 21 Oktober 2013.
JAKSA PENUNTUT UMUM


( MUHAMMAD IQBAL, S.H. )
JAKSA MUDA/NIP. 07200006