DASAR HUKUM PERADILAN ADAT- Terdapat beberapa
sejumlah aturan PerUndang-Undangan yang mendukung (dasar hukum peradilan adat
di Aceh) agar terlaksananya suatu pelaksanaan peradilan adat di Aceh sehingga
penguatan terhadap pelaksanaan peradilan adat dapat dilaksanakan mulai dari Gampong dan Mukim. Adapun
lembaga-lembaga resmi yang dapat menyelenggarakan peradilan adat adalah
lembaga Gampong dan lembaga Mukim.
Terdapat Beberapa aturan-aturan hukum yang mengatur tentang mekanisme dan
pelaksanaan adat di Aceh:[1]
- Pasal 3
dan 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Keistimewaan Aceh yang menyatakan Daerah diberikan kewenangan untuk
menghidupkan adat yang sesuai dengan Syariat Islam.
- Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, di dalam bab XIII tentang
Lembaga Adat yang menyebutkan bahwa:
a.
Pasal 92 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh
menyatakan bahwa: Penyelesaian masalah sosial kemasyarakatan secara adat dapat
ditempuh melalui lembaga adat;
b.
Adapun Lembaga-lembaga Adat sebagaimana disebutkan di atas adalah sebagai
berikut:
1)
Tuha
Peut;
2)
Majelis
Adat Aceh;
3)
Imum
Mukim;
4)
Imum
Chiek;
5)
Imum
Meunasah;
6)
Tuha
Lapan;
7)
Syahbanda;
8)
Haria
Peukan
9)
Peutuwa
Seunuboek;
10)
Pawang
Glee;
11)
Panglima
Laot;
12)
Keujruen
Blang;
13)
Keuchik.
3.
Peraturan
Daerah Nomor 7 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Kehidupan Adat.
Terdapat penegasan tentang lembaga adat
pada Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Kehidupan
Adat. menyatakan bahwa “Lembaga Adat
berfungsi sebagai alat kontrol keamanan, ketentraman, kerukunan dan ketertiban
masyarakat.”
Adapun tugas-tugas lembaga adat adalah
sebagai berikut:
1)
Pasal
5 Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Kehidupan Adat menyebutkan
fungsi lembaga adat adalah untuk menyelesaikan berbagai masalah sosial
kemasyarakatan.
2)
Fungsi
lembaga adat salah satunya dapat menjadi Hakim Perdamaian dan diberikan
prioritas utama oleh aparat penegak hukum untuk menyelesaikan berbagai kasus.[2]
4.
Qanun
Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Mukim.
Terdapat beberapa
kewenangan Mukim dalam penyelesaian sengketa pada tahapan peradilan adat adalah
sebagai berikut:
1)
Dapat
memutus dan atau menetapkan hukum;
2)
Memelihara
dan mengembangkan adat istiadat;
3)
Menyelenggarakan
perdamaian adat;
4)
Menyelesaikan
dan memberikan keputusan-keputusan adat terhadap perselisihan dalam pelanggaran
adat.
5)
Memberikan
kekuatan hukum terhadap sesuatu hal dan pembuktian lainnya menurut hukum adat.
6)
Menyelesaikan
perkara-perkara yang berhubungan dengan adat dan adat-istiadat.
5.
Qanun
Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Gampong dalam Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam.
Terdapat
beberapa tugas dan kewajiban pemerintahan Gampong adalah sebagai berikut:
1)
Menyelesaikan
sengketa adat;
2)
Menjaga
dan memelihara kelestarian adat dan istiadat;
3)
Memelihara
ketentraman dan ketertiban serta mencegah munculnya perbuatan yang tidak diinginkan
di dalam kehidupan bermasyarakat;
4)
Pemerintahan
Gampong, Tuha Peut dan Imum Meunasah menjadi Hakim Perdamaian.
[1] Anonim, Pedoman Peradilan Adat di Aceh, Banda
Aceh, 2008, hal. 7.
[2] Lihat
Pasal 6 dan 10 Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan
Kehidupan Adat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar