Minggu, 30 Juli 2017

DEFINISI BIROKRASI MENURUT PARA AHLI

A.    DEFINISI BIROKRASI
Terminologi birokrasi dalam literatur Ilmu Administrasi Negara atau Ilmu Politik adalah sebagai berikut :
1)      Berarti Organisasi yang rasional (rational organization).
2)      berarti Ketidakefisienan organisasi (organizational inefficiency).
3)      berarti Pemerintahan oleh para pejabat (rule by official).
4)      berarti Administrasi negara (public administration).
5)      Administrasi oleh para pejabat (administration by official).
6)      Bentuk organisasi dengan ciri tertentu, yaitu adanya hirarki dan peraturan.
7)      Salah satu ciri dari masyarakat modern yang mutlak (an essential quality of modern society)
            Sedangkan untuk definisi birokrasi, banyak sekali para ahli atau tokoh yang mendefinisikan tentang birokrasi, diantaranya adalah:

1.      PETER M BLAU dan W. MEYER
Menurut Peter M. Blau dan W. Meyer dalam bukunya “Bureaucracy” birokrasi adalah tipe organisasi yang dimaksudkan untuk mencapai tugas-tugas administrative dengan cara mengkoordinasi secara sistematis teratur pekerjaan dari banyak anggota organisasi.

2.      ROURKE
Sedangkan menurut Rourke birokrasi adalah sistem administrasi dan pelaksanaan tugas keseharian yang terstruktur, dalam sistem hirarki yang jelas, dilakukan dengan tertulis, oleh bagian tertentu yang terpisah dengan bagian lainnya, oleh orang yang dipilih karena kemampuan dan keahlian di bidangnya.

3.      ALMOND dan POWEL
Sementara itu Almond dan Powell, mengatakan bahwa birokrasi adalah Sekumpulan tugas dan jabatan yang terorganisir secara formal, yang saling berhubungan dalam jenjang yang kompleks di bawah pembuat tugas atau peran formal (ketentuan atau peraturan dan bukan orang).

4.      LANCE CASTLE
 Lance Castle memberikan definisi birokrasi sebagai berikut: “bureaucracy I mean the salaried people who are charged with the function of government”. The army officers, the military bureacracy, are of course included. The bureaucracy of which Iam speaking doesn’t always conform to Weber’s notion of rational bureaucracy.

5.      YAHYA MUHAIMIN
Sedang Yahya Muhaimin mengartikan birokrasi sebagai “Keseluruhan aparat pemerintah, sipil maupun militer yang melakukan tugas membantu pemerintah dan menerima gaji dari pemerintah karena statusnya itu”.

6.      HEGEL
Hegel mencitrakan birokrasi sebagai mediating agent, penjembatan antara kepentingan-kepetingan masyarakat dengan kepentingan pemerintah. Dan melihat fungsi birokrasi sebagai penghubung antara negara dan civil society. Negara menjelmakan kepentingan umum, sedang civil society merepresentasikan kepentingan khusus yang ada di dalam masyarakat. Karena tugasnya sebagai alat pemerintah ini maka birokrasi justru harus punya kemandirian.

7.      HAROLD LASKI
Birokrasi menggambarkan keadaan rutin dalam administrasi, mengorbankan fleksibilitas terhadap peraturan, keterlambatan dalam pengambilan keputusan, dan menolak usaha-usaha untuk bereksperimen. Sehingga birokrasi adalah ancaman bagi pemerintahan yang demokratis.

8.      KARL MARX
Birokrasi adalah alat kelas yang berkuasa, yaitu kaum borjuis dan kapitalis untuk mengeksploitasi kaum proletar. Birokrasi adalah parasit yang eksistensinya menempel pada kelas yang berkuasa dan dipergunakan untuk menhisap kelas proletar.
            Dari beberapa ahli yang sudah mendefinisikan birokrasi tersebut, bisa ditarik kesimpulan bahwasanya secara umum birokrasi adalah tata kerja pemerintahan agar tujuan negara bisa tercapai secara efektif dan efisien. Oleh karena itu kita harus obyektif dan terbuka, dan tata kerja ini untuk tujuan bersama (bukan per individu atau per orang).

B.     MAKNA BIROKRASI
            Meskipun secara umum sudah ada penjelasan atau definisi tentang birokrasi, tetapi dalam khasanah ilmu pengetahuan perbedaan pendapat dan pandangan sangat dihargai. Demikian juga dengan perbedaan pandangan tentang birokrasi. Ada beberapa tokoh atau ahli yang memandang birokrasi secara positif, ada juga yang secara negatif, tetapi ada juga yang melihatnya secara netral (value free).
1.      MAKNA POSITIF
Birokrasi yang bermakna positif diartikan sebagai birokrasi legal-rasional yang bekerja secara efisien dan efektif. Birokrasi tercipta karena kebutuhan akan adanya penghubung antara negara dan masyarakat, untuk mengejawantahkan kebijakankebijakan negara. Artinya, birokrasi dibutuhkan baik oleh negara maupun oleh rakyat.
Tokoh pendukungnya adalah : Max Weber dan Hegel

2.      MAKNA NEGATIF
Birokrasi yang bermakna negatif diartikan sebagai birokrasi yang penuh dengan patologi (penyakit), organisasi tambun, boros, tidak efisien dan tidak efektif, korupsi, dll. Birokrasi adalah alat penindas (penghisap) bagi kaum yang lemah (miskin) dan hanya membela kepentingan orang kaya. Artinya, birokrasi hanya menguntungkan kelompok orang kaya saja.
Tokoh pendukungnya adalah : Karl Max dan Harold Laski

3.      MAKNA NETRAL (value free)

Sedangkan birokrasi yang bermakna netral diartikan sebagai keseluruhan pejabat negara pada cabang eksekutif atau bisa juga diartikan sebagai setiap organisasi yang berskala besar

Rabu, 26 Juli 2017

SIARAN PERS PAKET KEBIJAKAN EKONOMI VIII

SIARAN PERS
PAKET KEBIJAKAN EKONOMI VIII

Kebijakan Satu Peta Nasional, Kilang Minyak dan Pembebasan Bea Masuk
Suku Cadang Pesawat

Jakarta, 21 Desember 2015


Pemerintah kembali mengumumkan Paket Kebijakan Ekonomi VIII, Senin (21/12) di Istana Kepresidenan, Jakarta. Paket kebijakan kali ini meliputi tiga hal, yaitu kebijakan satu peta nasional (one map policy) dengan skala 1:50.000, membangun ketahanan energi melalui percepatan pembangunan dan pengembangan kilang minyak di dalam negeri, dan insentif bagi perusahaan jasa pemeliharaan pesawat (maintenance, repair and overhoul/MRO).

1.      Kebijakan Satu Peta

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasutionyang membacakan Paket Kebijakan Ekonomi VIII menyatakan, pengembangan kawasan atau infrastruktur, seringkali terbentur dengan sejumlah masalah terkait pemanfaatan ruang dan penggunaan lahan. Konflik ini sulit diselesaikan karena Informasi Geospasial Tematik (IGT) saling tumpang tindih satu sama lain.

Karena itu, kebijakan satu peta yang mengacu pada satu referensi geospasial, satu standar, satu basis data dan satu geoportal untuk mempercepat pelaksanaan pembangunan nasional menjadi salah satu prioritas pemerintah. Basis referensi peta yang sama, juga akan meningkatkan keandalan informasi terkait lokasi dari berbagai aktivitas ekonomi. Ini akan memberikan kepastian usaha.Berbagai informasi yang dikompilasi dalam satu peta ini juga bisa dimanfaatkan untuk sejumlah simulasi, antara lain untuk mitigasi bencana.

Melalui Peraturan Presiden (Perpres) tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta ini, kementerian dan lembaga akan menyiapkan peta tematik skala 1:50.000 sesuai rencana aksi masing-masing dengan batas akhir tahun 2019.

Menurut Darmin, kebijakan satu peta ini akan “Mempermudah dan mempercepat penyelesaian konflik tumpang tindih pemanfaatan lahan, penyelesaian batas daerah seluruh Indonesia.”

2.      Pembangunan Kilang Minyak

Perhatian pemerintah terhadap ketahanan energi juga diwujudkan dengan percepatan pembangunan dan pengembangan kilang minyak di dalam negeri. Ini demi memenuhi kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan mengurangi ketergantungan impor BBM. Kebijakan ini akan tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres).

Permintaan BBM yang lebih tinggi dari supply domestik saat ini akan terus semakin lebar jaraknya karena permintaan terus meningkat terutama untuk sektor transportasi. Selisih permintaan dan penawaran ini, diperkirakan melebar hingga sekitar 1,2 – 1,9 juta barel per hari pada 2025 jika tidak ada penambahan kapasitas produksi.

Indonesia belum melakukan pembangunan kilang minyak sejak 21tahun terakhir.Seperti diketahui, pembangunan kilang minyak terakhir dilakukan di Balongan pada 1994 dengan kapasitas saat ini 125 ribu barel per hari. Untuk itu, perlu dibangun kilang baru dengan kapasitas 300 ribu barel per hari yang akan membantu menambal selisih permintaan dan penawaran.

“Pembangunan dan pengembangan kilang ini harus dilakukan dengan menggunakan teknologi terbaru, memenuhi ketentuan pengelolaan dan perlindungan lingkungan, dan tentu saja mengutamakan penggunaan produk dalam negeri,” kata Darmin.

Selain itu, pemerintah juga akan memberikan insentif fiskal ataupun nonfiskal bagi terselenggaranya pembangunan dan pengembangan. “Pelaksanaan pembangunan dan pengembangan kilang diintegrasikan sedapat mungkin dengan petrokimia,” lanjutnya.

Selain membangun kilang baru, pemerintah juga akan meningkatkan (upgrade) kilang yang sudah ada. Pemerintah memproyeksikan produksi BBM akan meningkat dari 825 ribu barel per hari pada 2015 menjadi 1,9 juta barel per hari pada 2025.

Dengan terpenuhinya kebutuhan BBM dari produksi kilang dalam negeri, maka harga jual BBM pada dunia usaha dan masyarakat, diharapkan dapat ditekan menjadi lebih murah.

Sampai saat ini, setidaknya ada empat kilang yang beroperasi dan perlu perbaikan, yaitu di Cilacap, Balikpapan, Balongan dan Dumai. Kilang baru akan dibangun di Bontang dan Tuban.

3.      Insentif bagi perusahaan jasa pemeliharaan pesawat.

Industri dalam negeri hingga saat ini belum mampu memproduksi beberapa komponen pesawat terbang.Kalaupun ada, belum mempunyai sertifikasi Part Manufacturing Approval (PMA) dari pabrik pesawat seperti Boeing dan Airbus. Padahal industri jasa pemeliharaan pesawat terbang membutuhkan kecepatan dalam proses impor suku cadang dan komponen untuk proses perbaikan dan pemeliharaan pesawat.

Skema Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMTDP) yang sekarang berlaku, sulit dimanfaatkan perusahaan jasa pemeliharaan pesawat karena tidak memberikan kepastian bagi pengadaan barang yang dibutuhkan. Karena itupemerintah memberikan insentif dalam bentuk bea masuk 0% untuk 21pos tarif terkait suku cadang dan komponen perbaikan atau pemeliharaan pesawat terbang.


Melalui kebijakan ini, pemerintah memberikan kepastian bagi dunia usaha penerbangan nasional dalam hal pemeliharaan dan perbaikan pesawat. Juga mendorong tumbuhnya industri suku cadang dan komponen pesawat terbang dalam negeri. Lebih jauh, diharapkan kebijakan ini akan membuka ruang bagi hadirnya pengembangan kawasan usaha pemeliharaan pesawat terbang.(ekon)

Selasa, 25 Juli 2017

Pengertian Hukum Adat Menurut Para Ahli (Sarjana) di Indonesia


            Menurut beberapa sarjana di Indonesia memberikan pengertian hukum adat, sebagaimana berikut:
1.      Soepomo merupakan salah satu ahli hukum adat pertama di Indonesia dengan memberikan dua rumusan yang berbeda sebagaimana berikut:
1)      Hukum adat merupakan hukum non-statutair yang sebagian besar adalah hukum kebiasaan dan sebagian kecil hukum Islam, hukum adat itu pun melingkupi hukum yang berdasarkan keputusan-keputusan hakim yang berisi asas-asas hukum dalam lingkungan di mana ia memutuskan perkara. Hukum adat berurat pada kebudayaan tradisional. Hukum adat adalah hukum yang hidup, karena iia menjelmakan perasaan hukum yang nyata dari rakyat. Sesuai dengan fitrahnya sendiri, hhukum adat terus menerus dalam keadaan tumbuh dan berkembang seperti suatu kehidupan.[1]
2)      Hukum adat adalah merupakan persamaan dari hukum yang tidak tertulis di dalam peraturan legislatif. Hukum adat adalah hukum yang hidup sebagai konvensasi di badan-badan negara, hukum yang timbul karena putusan-putusan hakim, dan hukum yang hidup sebagai peraturan kebiasaan yang dipertahankan dalam pergaulan hidup baik di daerah perkotaan maupun perdesaan.[2]
2.      Soekanto mengatakan hukum adat adalah kompleks adat-adat inilah yang kebanyakan tidak dikitabkan (tidak tertulis), tidak dikodifikasi dan bersifat paksaan mempunyai sanksi (dari itu), jadi mempunyai akibat hukum, maka komplek ini disebut sebagai hukum adat.[3]
3.      M. M. Djodjodigoeno menyatakan bahwa hukum adat adalah suatu rangkaian urgeran (aturan) yang mengatur perhubungan pamrih yang membedakan kewajiban dan pantangan.[4]
4.      Soediman Kartohadiprodjo berpendapart bahwa hukum adat merupakan hukum yang tidak tertulis lebih luas artinya dari hukum adat, karena hukum adat adalah suatu jenis jenis hukum tidak tertulis yang tertentu menjadi suatu pemikiran yang khas, yang prinsipil berbeda dari hukum tertulis lainnya. Hukum adat bukan karena bentuknya tidak tertulis, melainkan hukum adat karena tersusun dengan dasar pemikiran tertentu yang prinsipil berbeda dari dasar pikiran hukum barat.[5]
5.      Hazairin merumuskan hukum adat merupakan renapan kesusilaan dalam masyarakat, di mana kaidah-kaidah yang berupa kaidah kesusilaan yang sebenarnya telah mendapat pengakuan umum dalam suatu kehidupan masyarakat.[6]



[1] Soepomo, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta, 1986, hal 3
[2] Abdurrahman, Hukum Adat Menurut Perundang-undangan Republik Indonesia, Cendana Press, Jakarta, 1984. Hal. 18.
[3] Soekanto, Meninjau Hukum Adat Indonesia, Rajawali, Jakarta, 1985. Hal 2.
[4] . Djodjodigoeno, Asas-Asas Hukum Adat, Yayasan Penerbit Gadjah Mada, Yogyakarta, 1985. Hal 3.
[5] Hilman Hadikusuma, Pengantar Ilmu Hukum Adat  Edisi Revisi, Mandar Maju, Bandung, 2014, hal 22.
[6] Ibid., hal 19