|
HUKUM WARIS DI INDONESIA |
HUKUM WARIS DI INDONESIA
Warisan
merupakan segala sesuatu peninggalan yg diturunkan sang pewaris yang telah
meninggal pada orang yg sebagai pakar waris oleh pewaris tadi. Wujudnya mampu
berupa harta beranjak (mobil, deposito, logam mulia, dll) atau tak beranjak
(tempat tinggal , tanah, bagunan, dll), dan termasuk juga hutang atau kewajiban
sang pewaris. hukum Waris merupakan hukum yang mengatur tentang harta warisan
tersebut. mengatur cara-cara berpindahnya, siapa-siapa saja orang yang pantas
mendapatkan harta warisan tersebut, hingga harta apa saja yg diwariskan.
Di Indonesia Hukum waris terbagi
menjadi tiga bagian yaitu:
- Hukum Waris Islam;
- Hukum Waris Perdata dan
- Hukum Waris adat
Pasal
171 ayat a KHI “Hukum Kewarisan ialah hukum yang mengatur pemindahan hak
pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa- siapa yang
berhak menjadi ahli waris serta berapa bagiannya masing- masing”. Pembagian
warisan dalam Hukum Islam dibagi sesuai bagian masing-masing pakar waris yg
telah ditetapkan besarannya. namun warisan pada hukum waris Islam bisa dibagi
sesuai wasiat pada orang lain atau suatu forum dengan ketentuan pemberian
wasiat paling banyak sepertiga asal harta warisan kecuali bila semua ahli waris
menyetujuinya.
Besaran
Bagian pakar Waris sesuai Hukum islam berdasarkan Pasal 176-185 KHI adalah sebagai berikut:
- Anak
perempuan bila hanya seorang ia mendapat separoh bagian, bila dua orang
atau lebih mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian, dan apabila
anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki, maka bagian anak
laki-laki dua berbanding satu dengan anak perempuan;
- Ayah
mendapat sepertiga bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, bila ada
anak, ayah mendapat seperenam bagian;
- Ibu
mendapat seperenam bagian bila ada anak atau dua saudara atau lebih. Bila
tidak ada anak atau dua orang saudara atau lebih, maka ia mendapat
sepertiga bagian;
- Ibu
mendapat sepertiga bagian dari sisa sesudah diambil oleh janda atau duda
bila bersama-sama dengan ayah;
- Duda
mendapat separuh bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila
pewaris meninggalkan anak, maka duda mendapat seperempat bagian;
- Janda
mendapat seperempat bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila
pewaris meninggalkan anak, maka janda mendapat seperdelapan bagian;
- Bila
seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, maka saudara laki-laki
dan saudara perempuan seibu masing-masing mendapat seperenam bagian. Bila
mereka itu dua orang atau lebih maka mereka bersama-sama mendapat
sepertiga bagian;
- Bila
seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, sedang ia mempunyai
satu saudara perempuan kandung atau seayah, maka ia mendapat separuh
bagian. Bila saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara
perempuan kandung atau seayah dua orang atau lebih, maka mereka
bersama-sama mendapat dua pertiga bagian. Bila saudara perempuan tersebut
bersama-sama dengan saudara laki-laki kandung atau seayah, maka bagian
saudara laki-laki adalah dua berbanding satu dengan saudara perempuan.
- Hukum Waris Menurut Hukum Perdata
Waris
menurut perdata adalah Hukum waris berupa perangkat ketentuan Hukum yg mengatur
dampak-akibat hukum umumnya di bidang Hukum harta kekayaan karena kematian
seseorang yaitu pengalihan harta yang ditinggalkan si meninggal bersama
akibat-akibat pengasingan tadi bagi para penerimanya, baik pada hubungan antar
mereka juga antar mereka menggunakan pihak ketiga
Pada hukum perdata waris dibagi
dalam beberapa golongan. Golongan ahli waris bisa dibedakan atas 4 (empat)
golongan pakar waris, yaitu:
- Golongan
I: dalam golongan ini, suami atau istri dan atau anak keturunan pewaris yg
berhak mendapatkan warisan. pada bagan pada atas yang menerima warisan
artinya istri/suami serta ketiga anaknya. Masing-masing menerima ¼ bagian.
- Golongan
II: Golongan ini ialah mereka yang mendapatkan warisan Jika pewaris belum
memiliki suami atau istri, dan anak. dengan demikian yg berhak adalah ke 2
orangtua, saudara, serta atau keturunan saudara pewaris. pada contoh bagan
di atas yang mendapat warisan artinya ayah, ibu, dan ke 2 saudara kandung
pewaris. Masing-masing menerima ¼ bagian. pada prinsipnya bagian orangtua
tidak boleh kurang dari ¼ bagian.
- Golongan
III: dalam golongan ini pewaris tidak mempunyai saudara kandung sebagai
akibatnya yg menerima waris merupakan famili dalam garis lurus ke atas,
baik dari garis bunda juga ayah. contoh bagan di atas yang mendapat
warisan merupakan kakek atau nenek baik dari ayah dan bunda. Pembagiannya
dipecah sebagai ½ bagian buat garis ayah serta ½ bagian buat garis mak .
- Golongan
IV: pada golongan ini yg berhak mendapatkan warisan merupakan famili
sedarah dalam garis atas yg masih hayati. Mereka ini menerima ½ bagian. Sedangkan
ahli waris pada garis yang lain dan derajatnya paling dekat menggunakan
pewaris mendapatkan ½ bagian sisanya.
Hukum
waris adat artinya Hukum lokal
suatu daerah ataupun suku tertentu yg berlaku, diyakini dan dijalankan oleh
rakyat-masyarakat wilayah tersebut. hukum waris adat pada Indonesia tak
terlepas berasal impak susunan rakyat kekerabatannya yg tidak sinkron. hukum
waris istiadat tetap dipatuhi dan dilakukan sang masyarakat adatnya terlepas
asal hukum waris adat tersebut telah ditetapkan secara tertulis maupun tidak
tertulis. sesuai hukum waris tata cara dikenal beberapa macam sistem pewaris,
yaitu: - Sistem
keturunan: pewaris berasal asal keturunan bapak atau bunda ataupun
keduanya.
- Sistem
individual: setiap ahli waris menerima bagiannya masing-masing.
- Sistem
kolektif: pakar waris menerima harta warisan namun tak dapat
dibagi-bagikan dominasi ataupun kepemilikannya. Setiap ahli waris hanya
mendapatkan hak buat memakai ataupun mendapatkan hasil berasal harta
tersebut.
- Sistem
mayorat: harta warisan diturunkan kepada anak tertua menjadi pengganti
ayah dan ibunya.
Hukum
waris norma tidak mengenal adanya hak bagi waris buat sewaktu-ketika menuntut
supaya harta warisan dibagikan kepada para waris sebagaimana diklaim pada
alinea kedua asal pasal 1066 KUHPerdata atau juga menurut hukum waris Islam.
tapi Bila si waris memiliki kebutuhan atau kepentingan, sedangkan beliau berhak
menerima waris, maka dia bisa saja mengajukan permintaannya buat dapat memakai
harta warisan dengan cara bermusyawarah dan bermufakat dengan para waris
lainnya. Pembagian
warisan berdasarkan Hukum Waris istiadat sangat majemuk tergantung ketentuan
suatu tata cara tadi dengan permanen memperhatikan prinsip keadilan antara para
ahli waris.