Tampilkan postingan dengan label golongan waris. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label golongan waris. Tampilkan semua postingan

Jumat, 03 Juni 2022

Hukum Waris di Indonesia

HUKUM WARIS DI INDONESIA
HUKUM WARIS DI INDONESIA


HUKUM WARIS DI INDONESIA

Warisan merupakan segala sesuatu peninggalan yg diturunkan sang pewaris yang telah meninggal pada orang yg sebagai pakar waris oleh pewaris tadi. Wujudnya mampu berupa harta beranjak (mobil, deposito, logam mulia, dll) atau tak beranjak (tempat tinggal , tanah, bagunan, dll), dan termasuk juga hutang atau kewajiban sang pewaris. hukum Waris merupakan hukum yang mengatur tentang harta warisan tersebut. mengatur cara-cara berpindahnya, siapa-siapa saja orang yang pantas mendapatkan harta warisan tersebut, hingga harta apa saja yg diwariskan.

Di Indonesia Hukum waris terbagi menjadi tiga bagian yaitu:

  1. Hukum Waris Islam;
  2. Hukum Waris Perdata dan
  3. Hukum Waris adat 
  • Hukum Waris Islam:
Pasal 171 ayat a KHI “Hukum Kewarisan ialah hukum yang mengatur pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa- siapa yang berhak menjadi ahli waris serta berapa bagiannya masing- masing”. Pembagian warisan dalam Hukum Islam dibagi sesuai bagian masing-masing pakar waris yg telah ditetapkan besarannya. namun warisan pada hukum waris Islam bisa dibagi sesuai wasiat pada orang lain atau suatu forum dengan ketentuan pemberian wasiat paling banyak sepertiga asal harta warisan kecuali bila semua ahli waris menyetujuinya.

Besaran Bagian pakar Waris sesuai Hukum islam berdasarkan Pasal 176-185 KHI adalah sebagai berikut:
  1. Anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separoh bagian, bila dua orang atau lebih mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian, dan apabila anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki dua berbanding satu dengan anak perempuan;
  2. Ayah mendapat sepertiga bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, bila ada anak, ayah mendapat  seperenam bagian;
  3. Ibu mendapat seperenam bagian bila ada anak atau dua saudara atau lebih. Bila tidak ada anak atau dua orang saudara atau lebih, maka ia mendapat sepertiga bagian;
  4. Ibu mendapat sepertiga bagian dari sisa sesudah diambil oleh janda atau duda bila bersama-sama dengan ayah;
  5. Duda mendapat separuh bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak, maka duda mendapat seperempat bagian;
  6. Janda mendapat seperempat bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak, maka janda mendapat seperdelapan bagian;
  7. Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, maka saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu masing-masing mendapat seperenam bagian. Bila mereka itu dua orang atau lebih maka mereka bersama-sama mendapat sepertiga bagian;
  8. Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, sedang ia mempunyai satu saudara perempuan kandung atau seayah, maka ia mendapat separuh bagian. Bila saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara perempuan kandung atau seayah dua orang atau lebih, maka mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian. Bila saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara laki-laki kandung atau seayah, maka bagian saudara laki-laki adalah dua berbanding satu dengan saudara perempuan.
  • Hukum Waris Menurut Hukum Perdata
Waris menurut perdata adalah Hukum waris berupa perangkat ketentuan Hukum yg mengatur dampak-akibat hukum umumnya di bidang Hukum harta kekayaan karena kematian seseorang yaitu pengalihan harta yang ditinggalkan si meninggal bersama akibat-akibat pengasingan tadi bagi para penerimanya, baik pada hubungan antar mereka juga antar mereka menggunakan pihak ketiga

Pada hukum perdata waris dibagi dalam beberapa golongan. Golongan ahli waris bisa dibedakan atas 4 (empat) golongan pakar waris, yaitu:
  1. Golongan I: dalam golongan ini, suami atau istri dan atau anak keturunan pewaris yg berhak mendapatkan warisan. pada bagan pada atas yang menerima warisan artinya istri/suami serta ketiga anaknya. Masing-masing menerima ¼ bagian.
  2. Golongan II: Golongan ini ialah mereka yang mendapatkan warisan Jika pewaris belum memiliki suami atau istri, dan anak. dengan demikian yg berhak adalah ke 2 orangtua, saudara, serta atau keturunan saudara pewaris. pada contoh bagan di atas yang mendapat warisan artinya ayah, ibu, dan ke 2 saudara kandung pewaris. Masing-masing menerima ¼ bagian. pada prinsipnya bagian orangtua tidak boleh kurang dari ¼ bagian.
  3. Golongan III: dalam golongan ini pewaris tidak mempunyai saudara kandung sebagai akibatnya yg menerima waris merupakan famili dalam garis lurus ke atas, baik dari garis bunda juga ayah. contoh bagan di atas yang mendapat warisan merupakan kakek atau nenek baik dari ayah dan bunda. Pembagiannya dipecah sebagai ½ bagian buat garis ayah serta ½ bagian buat garis mak .
  4. Golongan IV: pada golongan ini yg berhak mendapatkan warisan merupakan famili sedarah dalam garis atas yg masih hayati. Mereka ini menerima ½ bagian. Sedangkan ahli waris pada garis yang lain dan derajatnya paling dekat menggunakan pewaris mendapatkan ½ bagian sisanya.
  • Hukum Waris Adat
Hukum waris adat artinya Hukum lokal suatu daerah ataupun suku tertentu yg berlaku, diyakini dan dijalankan oleh rakyat-masyarakat wilayah tersebut. hukum waris adat pada Indonesia tak terlepas berasal impak susunan rakyat kekerabatannya yg tidak sinkron. hukum waris istiadat tetap dipatuhi dan dilakukan sang masyarakat adatnya terlepas asal hukum waris adat tersebut telah ditetapkan secara tertulis maupun tidak tertulis. sesuai hukum waris tata cara dikenal beberapa macam sistem pewaris, yaitu:
  1. Sistem keturunan: pewaris berasal asal keturunan bapak atau bunda ataupun keduanya.
  2. Sistem individual: setiap ahli waris menerima bagiannya masing-masing.
  3. Sistem kolektif: pakar waris menerima harta warisan namun tak dapat dibagi-bagikan dominasi ataupun kepemilikannya. Setiap ahli waris hanya mendapatkan hak buat memakai ataupun mendapatkan hasil berasal harta tersebut.
  4. Sistem mayorat: harta warisan diturunkan kepada anak tertua menjadi pengganti ayah dan ibunya.
Hukum waris norma tidak mengenal adanya hak bagi waris buat sewaktu-ketika menuntut supaya harta warisan dibagikan kepada para waris sebagaimana diklaim pada alinea kedua asal pasal 1066 KUHPerdata atau juga menurut hukum waris Islam. tapi Bila si waris memiliki kebutuhan atau kepentingan, sedangkan beliau berhak menerima waris, maka dia bisa saja mengajukan permintaannya buat dapat memakai harta warisan dengan cara bermusyawarah dan bermufakat dengan para waris lainnya. Pembagian warisan berdasarkan Hukum Waris istiadat sangat majemuk tergantung ketentuan suatu tata cara tadi dengan permanen memperhatikan prinsip keadilan antara para ahli waris.