Selasa, 28 Juni 2022

MEKANISME PENYELESAIAN DELIK ADAT


Mekanisme penyelesaian delik adat
Mekanisme Penyelesaian Delik Adat


MEKANISME PENYELESAIAN DELIK ADAT yang diakibatkan oleh adanya gannguan terhadap keseimbangan dalam kehidupan bermasyarakat dapatlah ditempuh/diselesaikan melalui beberapa tahapan sebagaimana berikut:

  1. Penyelesaian antara pribadi, keluarga, Tetangga;

Jika terjadi suatu peristiwa atau perbuatan delik adat di kampung, dusun atau suatu permukiman maka untuk memulihkan gangguan keseimbangan keluarga atau masyarakat keluarga atau masyarakat yang bersangkutan diselesaikan langsung di tempat kejadian antara pribadi yang bersangkutan ataupun diselesaikan langsung dirumah keluarga salah satu pihak keluarga yang bersangkutan dalam kesatuan rukun tetanggan dan sebagainya.

Di kota-kota besar sering terjadi kecelakaan lalu lintas, baik itu antara pengendara dengan pengendara motor atau antara pengendara motor dengan para pejalan kaki. Akibat dari terjadi kecelakaan tersebut menyebabkan salah satu pihak menderita luka-luka dan sebagainya. Maka untuk menyelesaikan perselisihan tersebut biasanya kedua belah pihak melakukan kegiatan rembuk bersama (menyelesaikan) permasalahan di tempat kejadian untuk mencapai kata (damai).

Adakalanya perselisihan antara kedua pihak tersebut tidak menemukan titik temu penyelesaiaannya oleh kedua belah pihak maka dilibatkanlah pihak keluarga para pihak.

 

  1. Penyelesaian sengketa melalui jalur Kepala Kerabat atau kepala adat

Adakalanya pertemuan untuk penyelesaian sengketa secara kekeluargaan tidak menemukan titik temu (kesepakatan) maka perkera tersebut perlu untuk dilanjutkan kepada kepala kerabat atau kepala adat dari kedua belah pihak.

Penyelesaian pada tahapan ini dilibatkan para tetua adat karena ada anggapan orang tua bisa/dapat menyelesaikan berbagai hal permasalahan (sengketa) secara adil berdasarkan putusan-putusan adat dari permasalahan dari dahulu kala dan orang tua pada kebiasaannya lebih bijaksana dalam memberikan suatu bentuk keputusan.

 

  1. Penyelesaian sengketa melalui jalur kepala desa;

Apabila penyelesaian delik adat yang dilakukan pada tahap kekeluargaan dan di tingkatan kepala adat juga tidak ditemukan titik temu (kesepakatan damai)oleh para pihak yang bersengketa maka proses penyelesaian sengketa berlanjut pada jalur kepala desa (peradilan Adat Gampong).

Dalam masyarakat adat Aceh diketahui adanya suatu Lembaga Peradilan Adat Gampong, yang mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan 18 pokok perkara sengketa dalam kehidupan masyarakat adat (lihat Pasal 13 Qanun nomor 9 tahun 2008). Dalam hal menyelesaikan permasalahan tersebut seorang keuchik (aparatur gampong) dijadikan sebagai hakim adat untuk menyelesaikan pokok perkara.

Tujuan penyelesaian ini bukan untuk menemukan atau mencari siapa yang salah dan siapa yang benar melainkan mewujudkan kedamaian antara kedua belah pihak yang bersengketa dan para pihak dapat kembali lagi dalam kehidupan bermasyarakat dalam keadaan damai dan tentram.

 

  1. Penyelesaian sengketa melalui jalur keorganisasian (class action).

Class action adalah suatu cara yang diberikan kepada sekelompok orang yang mempunyai kepentingan dalam suatu masalah, baik seorang atau lebih anggotanya menggugat atau digugat sebagai perwakilan kelompok tanpa harus turut serta dari setiap anggota kelompok. Persyaratan umum yang perlu ada mencakup banyak orangnya, tuntutan kelompok lebih praktis, dan perwakilannya harus jujur dan adequate (layak). Dapat diterima oleh kelompok, dan mempunyai kepentingan hukum dan fakta dari pihak yang diwakili.

Class action bisa merupakan suatu metode bagi orang perorangan yang mempunyai tuntutan sejenis untuk bergabung bersama mengajukan tuntutan agar lebih efisien, dan seseorang yang akan turut serta dalam class action harus memberikan persetujuan kepada perwakilan.

Istilah class Action dalam masyarakat adat terutama dalam permasalahan pengrusakan wilayah kekuasaan adat, dalam hal ini atas kerugian bagi masyarakat adat seorang ketua adat dapat memfasilitasi pelaku yang merugikan banyak pihak.

Sabtu, 04 Juni 2022

HUKUM WARIS ADAT DAN PEMBAGIANNYA

hukum waris adat
Hukum Waris Adat


HUKUM WARIS ADAT

HUKUM WARIS ADAT  - artinya Hukum lokal suatu daerah ataupun suku tertentu yg berlaku, diyakini dan dijalankan oleh rakyat-masyarakat wilayah tersebut. hukum waris adat pada Indonesia tak terlepas berasal impak susunan rakyat kekerabatannya yg tidak sinkron. hukum waris istiadat tetap dipatuhi dan dilakukan sang masyarakat adatnya terlepas asal hukum waris adat tersebut telah ditetapkan secara tertulis maupun tidak tertulis. sesuai hukum waris tata cara dikenal beberapa macam sistem pewaris, yaitu:

  1. Sistem keturunan: pewaris berasal asal keturunan bapak atau bunda ataupun keduanya.
  2. Sistem individual: setiap ahli waris menerima bagiannya masing-masing.
  3. Sistem kolektif: pakar waris menerima harta warisan namun tak dapat dibagi-bagikan dominasi ataupun kepemilikannya. Setiap ahli waris hanya mendapatkan hak buat memakai ataupun mendapatkan hasil berasal harta tersebut.
  4. Sistem mayorat: harta warisan diturunkan kepada anak tertua menjadi pengganti ayah dan ibunya.
Hukum waris norma tidak mengenal adanya hak bagi waris buat sewaktu-ketika menuntut supaya harta warisan dibagikan kepada para waris sebagaimana diklaim pada alinea kedua asal pasal 1066 KUHPerdata atau juga menurut hukum waris Islam. tapi Bila si waris memiliki kebutuhan atau kepentingan, sedangkan beliau berhak menerima waris, maka dia bisa saja mengajukan permintaannya buat dapat memakai harta warisan dengan cara bermusyawarah dan bermufakat dengan para waris lainnya. Pembagian warisan berdasarkan Hukum Waris istiadat sangat majemuk tergantung ketentuan suatu tata cara tadi dengan permanen memperhatikan prinsip keadilan antara para ahli waris.


Jumat, 03 Juni 2022

Hukum Waris di Indonesia

HUKUM WARIS DI INDONESIA
HUKUM WARIS DI INDONESIA


HUKUM WARIS DI INDONESIA

Warisan merupakan segala sesuatu peninggalan yg diturunkan sang pewaris yang telah meninggal pada orang yg sebagai pakar waris oleh pewaris tadi. Wujudnya mampu berupa harta beranjak (mobil, deposito, logam mulia, dll) atau tak beranjak (tempat tinggal , tanah, bagunan, dll), dan termasuk juga hutang atau kewajiban sang pewaris. hukum Waris merupakan hukum yang mengatur tentang harta warisan tersebut. mengatur cara-cara berpindahnya, siapa-siapa saja orang yang pantas mendapatkan harta warisan tersebut, hingga harta apa saja yg diwariskan.

Di Indonesia Hukum waris terbagi menjadi tiga bagian yaitu:

  1. Hukum Waris Islam;
  2. Hukum Waris Perdata dan
  3. Hukum Waris adat 
  • Hukum Waris Islam:
Pasal 171 ayat a KHI “Hukum Kewarisan ialah hukum yang mengatur pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa- siapa yang berhak menjadi ahli waris serta berapa bagiannya masing- masing”. Pembagian warisan dalam Hukum Islam dibagi sesuai bagian masing-masing pakar waris yg telah ditetapkan besarannya. namun warisan pada hukum waris Islam bisa dibagi sesuai wasiat pada orang lain atau suatu forum dengan ketentuan pemberian wasiat paling banyak sepertiga asal harta warisan kecuali bila semua ahli waris menyetujuinya.

Besaran Bagian pakar Waris sesuai Hukum islam berdasarkan Pasal 176-185 KHI adalah sebagai berikut:
  1. Anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separoh bagian, bila dua orang atau lebih mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian, dan apabila anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki dua berbanding satu dengan anak perempuan;
  2. Ayah mendapat sepertiga bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, bila ada anak, ayah mendapat  seperenam bagian;
  3. Ibu mendapat seperenam bagian bila ada anak atau dua saudara atau lebih. Bila tidak ada anak atau dua orang saudara atau lebih, maka ia mendapat sepertiga bagian;
  4. Ibu mendapat sepertiga bagian dari sisa sesudah diambil oleh janda atau duda bila bersama-sama dengan ayah;
  5. Duda mendapat separuh bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak, maka duda mendapat seperempat bagian;
  6. Janda mendapat seperempat bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak, maka janda mendapat seperdelapan bagian;
  7. Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, maka saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu masing-masing mendapat seperenam bagian. Bila mereka itu dua orang atau lebih maka mereka bersama-sama mendapat sepertiga bagian;
  8. Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, sedang ia mempunyai satu saudara perempuan kandung atau seayah, maka ia mendapat separuh bagian. Bila saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara perempuan kandung atau seayah dua orang atau lebih, maka mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian. Bila saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara laki-laki kandung atau seayah, maka bagian saudara laki-laki adalah dua berbanding satu dengan saudara perempuan.
  • Hukum Waris Menurut Hukum Perdata
Waris menurut perdata adalah Hukum waris berupa perangkat ketentuan Hukum yg mengatur dampak-akibat hukum umumnya di bidang Hukum harta kekayaan karena kematian seseorang yaitu pengalihan harta yang ditinggalkan si meninggal bersama akibat-akibat pengasingan tadi bagi para penerimanya, baik pada hubungan antar mereka juga antar mereka menggunakan pihak ketiga

Pada hukum perdata waris dibagi dalam beberapa golongan. Golongan ahli waris bisa dibedakan atas 4 (empat) golongan pakar waris, yaitu:
  1. Golongan I: dalam golongan ini, suami atau istri dan atau anak keturunan pewaris yg berhak mendapatkan warisan. pada bagan pada atas yang menerima warisan artinya istri/suami serta ketiga anaknya. Masing-masing menerima ¼ bagian.
  2. Golongan II: Golongan ini ialah mereka yang mendapatkan warisan Jika pewaris belum memiliki suami atau istri, dan anak. dengan demikian yg berhak adalah ke 2 orangtua, saudara, serta atau keturunan saudara pewaris. pada contoh bagan di atas yang mendapat warisan artinya ayah, ibu, dan ke 2 saudara kandung pewaris. Masing-masing menerima ¼ bagian. pada prinsipnya bagian orangtua tidak boleh kurang dari ¼ bagian.
  3. Golongan III: dalam golongan ini pewaris tidak mempunyai saudara kandung sebagai akibatnya yg menerima waris merupakan famili dalam garis lurus ke atas, baik dari garis bunda juga ayah. contoh bagan di atas yang mendapat warisan merupakan kakek atau nenek baik dari ayah dan bunda. Pembagiannya dipecah sebagai ½ bagian buat garis ayah serta ½ bagian buat garis mak .
  4. Golongan IV: pada golongan ini yg berhak mendapatkan warisan merupakan famili sedarah dalam garis atas yg masih hayati. Mereka ini menerima ½ bagian. Sedangkan ahli waris pada garis yang lain dan derajatnya paling dekat menggunakan pewaris mendapatkan ½ bagian sisanya.
  • Hukum Waris Adat
Hukum waris adat artinya Hukum lokal suatu daerah ataupun suku tertentu yg berlaku, diyakini dan dijalankan oleh rakyat-masyarakat wilayah tersebut. hukum waris adat pada Indonesia tak terlepas berasal impak susunan rakyat kekerabatannya yg tidak sinkron. hukum waris istiadat tetap dipatuhi dan dilakukan sang masyarakat adatnya terlepas asal hukum waris adat tersebut telah ditetapkan secara tertulis maupun tidak tertulis. sesuai hukum waris tata cara dikenal beberapa macam sistem pewaris, yaitu:
  1. Sistem keturunan: pewaris berasal asal keturunan bapak atau bunda ataupun keduanya.
  2. Sistem individual: setiap ahli waris menerima bagiannya masing-masing.
  3. Sistem kolektif: pakar waris menerima harta warisan namun tak dapat dibagi-bagikan dominasi ataupun kepemilikannya. Setiap ahli waris hanya mendapatkan hak buat memakai ataupun mendapatkan hasil berasal harta tersebut.
  4. Sistem mayorat: harta warisan diturunkan kepada anak tertua menjadi pengganti ayah dan ibunya.
Hukum waris norma tidak mengenal adanya hak bagi waris buat sewaktu-ketika menuntut supaya harta warisan dibagikan kepada para waris sebagaimana diklaim pada alinea kedua asal pasal 1066 KUHPerdata atau juga menurut hukum waris Islam. tapi Bila si waris memiliki kebutuhan atau kepentingan, sedangkan beliau berhak menerima waris, maka dia bisa saja mengajukan permintaannya buat dapat memakai harta warisan dengan cara bermusyawarah dan bermufakat dengan para waris lainnya. Pembagian warisan berdasarkan Hukum Waris istiadat sangat majemuk tergantung ketentuan suatu tata cara tadi dengan permanen memperhatikan prinsip keadilan antara para ahli waris.